Berdiri tegaknya bangunan rumah tangga sangat tergantung kepada pimpinan dalam menciptakan keharmonisan kasih sayang antar anggota keluarga. Ia peletak nilai dasar kasih sayang yang selalu diharapkan kelangsung dan keabadiannya. Dalam tubuh rumah tangga itulah tumbuh dan bercokol sifat kasih sayang, rahmat dan cinta kasih. Tolong menolong, pengorbanan dan hormat menghormati.
Dalam rumah tangga terdapat hubungan timbal balik yang sangat kuat antara perkembangan kecerdasan dengan nilai-nilai kasih sayang. Seorang anak pada awal perkembangan nya tidak dapat memelihara kasih sayang hakiki, seperti cinta keindahan, kebaikan dan kejujuran. la dapat mengenal bentuk keindahan apabila sejak dini diperkenalkan. la dapat melakukan kejujuran apabila sejak kecil sudah diberikan pengertian perbedaan antara dan bohong. Sebab perkara seperti ini jauh dari jangkauan kemampuan akal seorang anak pada masa perkembangannya.
Setiap kasih sayang yang ditanamkan dalam jiwa anak pasti berkembang, hingga menjadi kuat dan kokoh dalam perilaku keseharian. Bergaul dan berbuat terhadap teman dengan baik, sehingga ia dapat menerapkan sifat kasih sayang secara optimal.
Apabila kasih sayang telah mencapai tingkat optimal, maka yang menjadi tujuan terpenting pondasi tegaknya seorang ibu dalam mendidik anak. Yakni menanamkan kasih sayang pada jiwa anak sejak kecil. Manakala seorang ibu telah berhasil memupukan sifat kasih sayang dalam jiwa anak secara optimal berarti telah memberi bekal kebahagiaan dan kemuliaan bagi kehidupannya di masa depan. Menatap hari esok dengan penuh keyakinan dan kegairahan, tegar, kreatif dan penuh pengabdian.
Mengetahui perkembangan anak merupakan instink dan syarat fundamental bagi seseorang yang diserahi untuk mendidik.
Kebanyakan orang tua meng anak berpikir anaknya dengan pola pikir mereka, bukan dengan pola pikir seorang anak, Mereka kurang sadar bahwa ia masih kanak-kanak, sering di perlakukan seperti anak dewasa. Bahkan memaksa untuk tunduk patuh melaksanakan perintah-perintahnya. Perlakuan seperti nilah yang menyebabkan seorang anak bingung dan kacau pikirannya. Adakah ia harus melakukan sesuatu yang membuat keridhaan orang tua dan menurut perintahnya atau melakukan sesuatu sesuai dengan tuntutan nurani dan kecintaannya.
Apabila kaum ibu berkeinginan menanamkan nilai-nilai kasih sayang pada jiwa anak secara optimal, maka harus membina dan mengarahkan mereka serta memberi kebebasan berbuat apa saja yang dikehendaki. Membiar kan anak berbuat sesuatu sesuai dengan tuntutan nuraninya, sepanjang tidak mendatang kan kemadharatan,
Kaum ibu harus selalu bijaksana dalam menghadapi kesalahan yang dilakukan seorang anak, lebih-lebih dalam menjatuhkan sangsi maupun hukuman. Karena kesalahan yang di lakukan itu tidak semata-mata karena kebodohan dan kepicikan pikiran. Dan bukan pula karena mengabaikan perintah orang tua.
Seorang ibu harus mengetahui, bahwa mencurahkan kasih sayang kepada anak secara tidak layak akan berpengaruh negatip bagi perkembangan jiwanya. Manakala anak dimanjakan akan menjadi takabur dan merasa lebih mulia daripada teman-teman lain, dan bila ia melakukan pekerjaan dengan kekerasan, berarti itu lah cermin ketakaburan yang telah menodai jiwa. Sedang seorang anak yang kurang mendapatkan kasih sayang akan menjadi minder, serba salah dalam penampilan di hadapan kawan kawan,
Anak yang selalu dimanja menatap masa depan kehidupannya dengan penuh keraguan, Ini sebagai akibat dari kasih sayang yang diberikan secara berlebihan dan kebebasan yang tidak terkontrol dari orang tua, Anak yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang orang tua pun menatap masa depan dengan penuh kesuraman. Kedua hal tersebut merupakan racun pembunuh bagi kepercayaan diri pada jiwa seorang anak. la menatap setiap problema hidup dengan jiwa lemah. Patah semangat, berdiam seribu bahasa. terkulat layu hilang semangat dan tenaga.
Kepastian dalam pekerja
Berubah-rubahnya pekerjaan yang diberi kan kepada seorang anak merupakan suatu perkara yang memberatkan. Tidak layak ia diberi pujian dan imbalan karena dapat menyelesai kan pekerjaan, dan pada kesempatan lain dimarahi bahkan disiksa karena tidak dapat menyelesaikannya dengan baik.
Sikap orang tua tersebut mengakibatkan keminderan dan kekacauan pikiran pada diri anak. Bahkan lebih dari itu ia akan kehilangan kepercayaan diri di hadapan orang tua. Ia dihantui keraguan dalam melakukan pekerjaan, apakah akan mendapat imbalan atau malah mendapat siksaan. Kondisi ini lebih memancing dan memberikan peluang besar bagi anak melakukan kebohongan. Barangkali dilakukan karena takut mendapat marah atau bermotivasi mendapatkan imbalan.
Ibu adalah insan yang paling mampu menumbuhkan kasih sayang yang optimal pada jiwa anak. la dalam berperilaku di hadapan anak-anak harus mencerminkan nilai-nilai kasih sayang yang tinggi, agar secara berangsur anak meneladani. Yakni baik dalam konteks pergaulan sesama maupun perbuatan keseharian, sehingga pada puncaknya kasih sayang tersebut diwujudkan dalam bentuk kecintaan. Proyeksi kecintaan ini dimulai dari memberikan sedekah, cinta kasih dan memuliakan orang lain, serta hal-hal yang dapat menghardik kejelekan. Yakni iri hati, benci dan hal lain yang tidak terpuji.
Senasib sepenanggungan.
Dihimbau agar antar sesama manusia dapat menumbuhkan persamaan rasa senasib se penanggungan dalam suka dan duka. Maka perlu dirintis jalan secara berangsur kemungkinan-kemungkinan yang dapat memberikan pengaruh kepada mereka tentang arti penting nya rasa senasib sepenanggungan.
Yang menjadi masalah, bagaimana memberikan i’tibar kepada anak agar memiliki rasa kebersamaan dengan orang lain, sehingga menjadi suatu kepribadian yang baik.
Seorang anak mampu belajar dari ibunya rasa kebersamaan dengan orang lain. Yakni perasaan berduka manakala orang lain dilanda bencana, dan merasa bahagia ketika orang lain mendapatkan kesuksesan.
Tidak ada dialetika, masalah senasib sepenanggungan dapat membantu anak dalam mewarnai serta meluruskan perasaan dan persepsi terhadap kemewahan hidup yang melanda masyarakat.
Setiap anak memiliki persiapan sempurna untuk mengembangkan perasaan kasih sayang. Permasalahannya, bagaimana memberi pengaruh terhadap pancaindera dan i’tibar nyata. Jawabnya, terhenti pada kemampuan seorang ibu. Anak menjadi tanggung jawabnya, maka kaum ibu harus mampu membimbingnya ke syurga.
Manakala seorang anak menyaksikan ibu nya memberikan pertolongan kepada orang lain dan menunjukkan sikap senasib sepenanggungan dengan mereka, maka tertanamlah kebiasaan yang baik dalam jiwanya. la akan melakukan sesuatu yang biasa dilakukan ibunya.
Konsepsi Rasulullah saw terasa sangat bermakna, yakni dengan sabdanya :
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Seorang mukmin dengan mukmin yang lain ibarat satu bangunan yang satu sama lain saling kuat menguatkan”
Allah swt telah memerintahkan :
“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalas berbuat dosa dan pelanggaran’’
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
(QS, Al-Maa-idah: 2).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu pendapat kemenangan”.
(Qs. Al-Hajj: 77).
Rasulullah saw lebih jauh bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ.
“Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan seorang mukmin dari kesusahan dunia, maka Allah akan menghilangkan baginya satu kesusahan pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan kesukaran yang dihadapi seseorang, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhe rat. Dan barangsiapa menutup cela seorang muslim, maka ia akan ditutup Allah dari cela di dunia dan akherat. Allah selalu menolong hamba-Nya sepanjang ia bersedia menolong sesama”.
Sedekah
Seorang ibu mampu mengembangkan nilai nilai sedekah pada jiwa anak. Tiang kerukunan masyarakat pada dasarnya didirikan atas dasar kasih sayang yang baik. Yakni dimulai dengan membudayakan sedekah di tengah kehidupan mereka.
Manakala seorang anak menyaksikan hu bungan orang tua dengan lingkungan ditegakan atas dasar nilai-nilai sedekah, maka ia akan mengikuti jejaknya. Dari nilai-nilai sedekah ia akan mengembangkan dalam bentuk ke rukunan, tolong-menolong, tenggang rasa dan rasa senasib sepenanggungan,
Seorang ibu jangan menutup kemungkinan bagi anggota keluarga berlomba meraih kasih sayang. Mereka seharusnya diberi kebebasan menebarkan benih cinta kepada anggota yang lain, sehingga dapat merealisasikan dalam bentuk perbuatan. Dan perbuatan itu merupakan kongklusi kasih sayang,
la harus berupaya terus memberikan kecukupan pada anak serta mempertahankan perlombaan meraih kasih sayang yang mengarah kepada membuahkan hasil dan pengaruh positip. Sekalipun realita membuktikan, ia tidak mampu memberi kecukupan secara wajar, namun upaya ke arah itu harus dilakukan. Dan jangan mematahkan semangat anak dalam mencapai nilai-nilai luhur dengan jalan berlomba lantaran takut gagal dalam meraihnya. Bahkan perlu ditanamkan pepatah “Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda”.
la jangan merobah kasih sayang yang dapat menimbulkan kebencian keluarga, hanya karena – cenderung mengasihi salah seorang anak dengan mengabaikan yang lain.
Kemantapan anak dalam bersikap dan ketenangannya hanya tertumpu pada kehidupan kasih sayang anak itu sendiri yang hal ini ia hanya dapat memperoleh dari ibunya, Kemantapan dan ketenangan sikap Ini dapat memberi pengaruh terhadap perasaan aman dan tenteram, lebih-lebih apabila ibu memberi kepercayaan penuh kepadanya. Ia akan merasa bahwa dirinya disukai dan dicintai. Perasaan ini dapat memperkuat hubungan-hubungan emosi dan dapat mengembangkan jiwa persahabatan yang ada pada dirinya.
Seorang anak dapat mengembangkan jiwa solidartas dan persaingan sehat di tengah kehidupan teman-teman dan saudara-saudaranya. Yang demikian dapat berlangsung dari permainan yang ia lakukan di dalam rumah maupun di luar rumah bersama mereka.
Dengan melalui sikap ibu terhadap keluarga dan perasaan yang ibu perlihatkan terhadap individu-individunya, maka anak dapat belajar tentang banyak hal. Baik berupa keyakinan-keyakinan kepada sikap toleransi maupun fanatik, senang maupun egois.
Emosi
Timbulnya rasa emosi (marah) dimulai pada diri anak apabila ada sesuatu yang menghambat geraknya. Atau ada penyebab yang menghalangi dirinya, hingga ia tidak dapat memenuhi kebutuhannya.
Gejala-gejala timbulnya emosi ini berbe- da-beda, sesuai dengan perkembangan anak. Teriakan merupakan suatu kebiasaan sebagai ungkapan perasaan marah pada usia masih dina. Dan setelah seorang anak belajar berbicara. maka la menggunakan bahasanya untuk mengungkapkan rasa marah. Dengan perjalanan waktu hingga anak menjadi dewasa, maka senyuman sinis, hardikan serta makian, hinaan dan ejekan merupakan bahasa seseorang untuk mengungkapkan perasaan kesal maupun emosi.
Pada dasarnya emosi merupakan sifat yang rendah pada sebagian besar keadaannya, dan akibat yang ditimbulkan sangat buruk. Karena itu janganlah seorang ibu mencoba membebani anaknya dengan tugas-tugas maupun pekerjaan di luar kemampuan, atau berlaku keras kepadanya manakala mendapat kekecewaan dari perlakuan anak. Sebab sikap tersebut tidak akan memberi dampak positip bagi perkembangannya menuju masa depan yang cemerlang
Merupakan kewajiban bagi kaum ibu menghentikan sifat pemarah dan suka mencak mencak menang sendiri hanya karena hal yang sepele di hadapan anaknya Tahanlah perasaan emosi, agar anak-anak tidak meniru sikap ibunya
Seorang ibu seharusnya tidak banyak memberikan kritikan atau menampakkan sikap sinis terhadap anaknya. Atau menganggap lemah, lebih-lebih di hadapan anak yang lain atau di hadapan tamu. Bahkan tidak sewajar nya seorang ibu bertukar pikiran dengan anak nya untuk membicarakan problem yang bersangkutan dengan orang lain. Apalagi sampai enak mendengar permasalahan ibunya dengan orang lain. Tidak dibenarkan pula seorang ibu menggunakan kritikan, kekerasan maupun ke kejaman sebagai sarana menekan anak agar taat kepadanya.
Seorang ibu jangan pula menurut kehendak kehendak anaknya hanya karena ia menangis, marah atau membangkang. Bahkan seharusnya ibu membiasakannya untuk bersikap ‘te pe sliro’ dalam segala hal serta lincah dalam mengambil dan memberi.
Manakala anak-anak sedang bertengkar, sedangkan keadaan memungkinkan, sebaiknya seorang ibu bersikap bijak. Memberi kesempatan kepada mereka untuk memecahkan dan menyelesaikan permasalahan mereka sendiri. Namun ibu harus tetap waspada dan mengawasi mereka,
Manakala keadaan mengundang dan memerlukan campur tangan orang tua, maka mereka pun harus segera mengambil kebijaksanaan untuk memberikan pengarahan dan memberikan nasehat dengan tenang serta tidak memihak kepada salah satu diantara mereka.
Seorang ibu hendaknya tidak memberi kesempatan kepada salah seorang untuk memanfaatkan barang-barang milik saudaranya. Demiklan pula Ibu sendiri jangan sekali-kali menggunakan barang-barang anaknya. Dan Ja- ngan sekali-kali seorang ibu melarang anak nya bermain-main dengan alat mainannya karena sesuatu hal yang membuatnya ia marah kepadanya.
Kebanyakan penyebab yang menimbulkan emosi dan membangkang pada diri anak-anak ialah tingkah orang tua itu sendiri. Atau dengan kata lain, kebanyakan kaum ayah yang menjadi biang keladi maupun sumber timbul nya rasa emosi. Barangkali karena sikapnya yang terlalu ketat dan ingin menguasai anak secara penuh, serta selalu menginginkan agar anak-anak mereka tunduk patuh secara buta terhadap perintah apa saja yang disampaikan. Disamping karena kemarahan mereka terhadap anak-anak hanya karena sebab yang sepele sewaktu di rumah.
Orang tua yang mempunyai kebiasaan sebagaimana potret keadaan yang telah ditayangkan di atas, seharusnya menyadari bahwa mereka lebih dahulu memperbaiki diri mereka sendiri. Hingga mereka dapat memperbaiki kondisi anak-anak dan dapat menanggulangi masalah psikologi atau sikap mereka. Yakni seperti sikap sering marah, sering membangkang dan sering bertengkar. Dalam hal ini bagi orang tua hendaklah senantiasa mengambil I’tibar dan keteladanan dari sabda Rasulullah saw:
“Marah dapat merusak iman sebagaimana minuman yang sangat pahit merusak nisnya madu”. ma
Gembira dan ceria
Perasaan gembira berfungsi sangat penting bagi masa depan anak. Karena itu seorang ibu hendaknya senantiasa menciptakan suasana gembira dan ceria bagi anak-anaknya. Yakni dengan cara memenuhi keinginan anak, baik yang berkaitan dengan masalah lapar, dahaga dan istirahat. Dengan cara membantu dalam menggunakan kemampuan intelegensia dan kemampuan berkreasi, disamping membekali dengan fenomena-fenomena serta pengalaman-pengalaman baru yang dapat membuat mereka bergembira.
Pujian merupakan bagian dari sumber kegembiraan. Maka sebaiknya seorang ibu hendaklah memanfaatkan sarana ini manakala anaknya melakukan sesuatu yang baik dan terpuji. Sebab seseorang yang menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki akan merasa gembira. Lebih-lebih mendapat pengakuan dari orang lain. Bahkan ia akan merasa terkejut dengan hasil karya yang telah diciptakan mendapat pujian.
Pengaruh pujian – tentu saja yang tidak berlebih-lebihan – dapat mengantar seseorang mengecap suatu kenikmatan tersendiri, yang sangat berbeda keadaannya dengan kondisi ketika ia tidak mendapat pujian. Pujian dapat memacu seseorang untuk lebih banyak berbuat, dan lebih bersemangat.
Karena itu kaum ibu harus selalu ingat, bahwa anak-anaknya sangat membutuhkan elusan kasih sayang, yakni diantaranya adalah dalam bentuk pujian. Baik anak-anak maupun orang dewasa tanpa memandang mereka kuat ataupun lemah, pujian maupun penghargaan khusus akan memberikan motivasi tersendiri untuk lebih giat, kreatif dan pantang menyerah dalam berupaya mencapai sesuatu.
Cinta dan kasih sayang
Cinta dan kasih sayang merupakan santapan psikologi bagi anak. Kepribadian anak akan berkembang dan menjadi masak berkat adanya curahan cinta kasih. Sebagaimana hal nya pisik membutuhkan makanan, maka jiwa (psikologi) pun membutuhkan santapan pula. Hanya saja dalam bentuk jenis yang lain, yakni berbentuk cinta kasih. Cinta murni dan penuh kesadaran menuntut orang tua untuk menciptakan suasana yang penuh ketulusan, kehangatan perasaan dan kasih sayang yang mendalam sejak dini. Maka situasi yang demikian pasti akan membuat anak penuh kepercayaan kepada orang tua. la merasa tenang dan tenteram berada di tengah keluarga dan orang tua. Dari situasi yang penuh ketenteraman dan ketenangan, seorang anak pun akan tum buh dewasa dengan penuh percaya diri, dan damai serta bersahabat dengan lingkungan sekitar.
Seorang anak bila merasa dicintai oleh anggota keluarga, seakan-akan ia merasa diberi bekal kekuatan untuk bekerja dengan baik, yang akhirnya akan membuahkan hasil yang berguna bagi diri sendiri maupun orang lain. Dan bila cinta yang diulurkan oleh keluarga, khususnya kedua orang tua, merupakan suatu hal yang sangat penting, maka demikian pula cinta yang diulurkan anak kepada keluarga yang lebih dewasa. Sebab hal ini dapat mendatangkan banyak kegembiraan dan kesenangan serta berbagai aktifitas.
Kaum ibu hendaklah memaklumi, bahwa perasaan-perasaan dan bakat fitrawi berupa rasa takut, marah, bahagia dan cinta. Hal-hal ini tidak diperoleh seorang anak dari masyarakat dan lingkungannya sesuai dengan kehendaknya sendiri dan kapan saja ia kehendaki. Sebab masyarakat dan lingkungan tidak lain hanyalah faktor pendukung dan penunjang bagi terbentuknya pribadi anak. Karena itu apabila seorang ibu berlaku baik dalam mengembangkan hal-hal yang positip, baik berupa perasaan maupun berkat fitrawi, berarti telah membantu anaknya untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup dan berada. Dan sebagai hasil dari adanya kesesuaian ini, maka menjadi sempurnalah kepribadian anak.
Anak dalam kenyataannya tidak dilahir kan langsung dalam kondisi sebagai makhluk sosial. Tetapi justru secara fitri ia akan berupaya memenuhi dan memuaskan segala kebutuhan biologis dan psikologisnya yang beraneka ragam. Kemudian ia menganggap segala sesuatu yang menghalangi dan menghambat tujuannya ini sebagai musuh. Demikian pula terhadap hal-hal yang ikut campur dalam urusannya. Disamping itu ia hidup dalam suatu lingkup lingkungan yang di dalamnya terdapat ayah, ibu, saudara, para kerabat, para sahabat dan pembantu rumah tangga. Mereka masing-masing berbeda dengan anak, baik dalam usia maupun pandangan hidup, pengalaman, kemampuan dan kecerdasan. Hingga wajar manakala terjalin hubungan perasaan yang beragam diantara mereka. Seperti rasa senang, benci, cemburu, takut, putus asa dan penuh harap. Dan diantaranya ada yang menyenangkan dan ada pula yang menyusahkan.
Anak kecil belum mengetahui tentang norma tradisi, adat istiadat dan pendidikan. la tidak memandang hal-hal tersebut melain kan sebagai sarana yang membatasi kebebasannya. Menurutnya tidak ada artinya dan tidak diakui eksistensinya. Kadang-kadang perintah-perintah datang dengan bertubi-tubi, hukuman makin banyak dialami. Sehingga sejak awal pertumbuhannya berkeyakinan, bahwa dirinya diliputi dengan hantu-hantu bayangan, dan bahwa dunia ini bukanlah tempat yang layak baginya. Akibatnya ia keluar penuh dengan rasa dendam terhadap segala sesuatu dan selalu melakukan sadisme terhadap orang lain.
Kadang-kadang anak hanya berfigur sebagai benda yang dipermainkan maupun dimanjakan. Ini berarti la telah terbunuh kreatifitasnya, kemandirian dan kebebasannya.
Di atas adalah potret rumah tangga, yang kaum Ibu sebagai pemegang kendali. Yakni rumah tangga yang dianggap sebagai suatu tatanan yang paling dahulu dikenal oleh ummat manusia untuk mempersiapkan anak. Manakala seorang ibu tidak bekerja untuk membahagiakan dan mensejahterakan anggota yang berada di dalamnya serta tidak merata kan cinta kasih, niscaya anak-anaknya akan keluar dalam kancah kehidupan dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Demikian pula manakala seorang ibu tidak membagi secara adil kasih sayang diantara anggota keluarga serta tidak menanamkan nilai akhlak karimah kepada mereka, tentu akan berakibat lebih fatal lagi bagi kehidupan masa depan anak.
Maka, benarlah apa yang telah disabda kan Rasulullah saw sebagai guru besar manusia dan segala kehidupan :
أَكْرِمُوا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوا أَدَبَهُمْ
“Muliakanlah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan akhlak karimah”.