Hari demi hari berjalan terus dengan merangkak. Seorang ibu nampak mulia dan anggun berada pada tempat dan kedudukan yang tulus bersih di tengah masyarakat. Ia merupakan tumpuan hidup dan rahasia kekuatan bangsa yang menunjukkan kesuciannya. Islam hadir ke tengah masyarakat untuk mengangkat martabat dan kedudukan kaum ibu. Menempatkannya pada tempat yang sejajar dengan kaum pria sesuai dengan fitrah yang telah ditentukan Allah.
Dalam memuliakan kaum ibu hanya Islam lah yang mendudukkan kaum ibu pada tempat yang amat tinggi, sebagaimana disabdakan Rasulullah saw :
“Syurga itu berada dibawah telapak kaki kaum ibu”.
Alangkah mulianya kedudukan kaum ibu di mata Islam, sehingga tanpa memuliakan dan patuh kepada ibu, tak mungkin syurga dapat diraih. Ibu-lah yang dapat menciptakan dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang diridhoi Allah yaitu jalan menuju syurga. Kaum ibu hendaklah mengetahui, bahwa dalam membina bangsa yang besar mereka adalah orang yang dijadikan sandaran kokoh yang didengar segala pendapatnya. Nilai pengabdian akan berhenti berputar manakala kaum ibu tidak bersungguh-sungguh dalam mendidik anak-anaknya ke jalan Allah.
Orang selainmu – wahai kaum ibu – tidak dapat mendidik anak dengan baik dan memelihara pertumbuhan anak. Hanya kamu yang dapat memelihara keselamatan dan perkembangan anak secara optimal, sehingga tumbuh dewasa menjadi manusia yang sempurna.
Orang selainmu – wahai pemegang bendera keibuan – tidak akan mampu melaksanakan tugas dengan baik dalam membina pribadi anak. Dalam memberikan cahaya kehidupan yang terang bagi masa depan dan membentuk pribadi yang mulia, berakhlak karimah dan dicintai sesama, penolong kebenaran dan berkreatifitas tinggi. Semua hanya dapat dilakukan oleh kaum ibu. Maka bimbinglah anakmu kepada kebenaran, kebajikan dan keindahan. Bimbing pulalah anak-anakmu ke syurga!
Lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan anak. Karena itu – wahai kaum ibu – ciptakanlah suasana sejuk, tenteram dan santai, saling mencurahkan kasih sayang antar anggota keluarga dalam rumah tangga. Ciptakanlah iklim penuh kasih sayang, tolong-menolong dan memelihara akhlak karimah yang direalisasikan dalam hidup keseharian. Tentu anak-anakmu akan merasakan angin segar itu, sehingga dalam menatap masa depan akan penuh dengan keceriaan dan kemantapan.
Rumah tangga yang disinari cahaya kasih sayang dan nilai-nilai Islami akan melahirkan perasaan persamaan hak antara sesama anggota keluarga. Tercipta keharmonisan dan keserasian hidup yang mengantar kepada kebahagiaan keluarga. Sebaliknya, rumah tangga yang tidak pernah ditempa angin kasih sayang dan cinta kasih pasti diliputi mendung kesengsaraan. Broken home membawa dampak negatif bagi kehidupan anak di masa mendatang. Bahkan masyarakat sekitar pun akan merasakan pula dampak negatif tersebut.
Apabila anak-anak lebih dekat kepada ayah dalam keseharian dan cenderung meniru perilakunya, maka seorang ayah harus dapat menempuh kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam mendewasakan jasmani dan rohani mereka. Dalam segala perilaku di depan mereka harus mencerminkan kebaikan dan keteladanan. Sebab melakukan sesuatu di depan mereka berarti mengukir perilaku dalam kehidupan mereka di masa datang. Anak, adalah kain putih nan bersih. Tinggal apa yang akan dituangkan di atasnya, itulah warna dan corak kain untuk selanjutnya
Kewajibanmu – wahai kaum ibu – memberikan bekal pengertian yang sehat kepada anak. Jangan sampai ia menjadi korban kekerasan dan khayalan, sehingga menjadi minder atau emosional yang tanpa alasan. Kewajiban kaum ibu pula membimbing anak kepada perbuatan yang berlatar belakang baik lagi mulia, sehingga tercipta kasih sayang yang lebih tinggi. Mendatangkan manfaat dan menjembatani pendirian serta kemampuan anak dalam menatap masa depan yang lebih cerah. Lingkungan keluarga juga akan memberi pengaruh terhadap kreatifitas dan motivasi anak dalam mencapai keluhuran. Juga memberi dampak positif dalam pengembangan cakrawala pikir dan wawasan dalam mencapai cita-cita. Semua itu tumbuh subur dalam naungan kasih sayang serta lingkungan keluarga yang harmonis. Rumah tangga itulah yang meletakkan pondasi kasih sayang bagi anak, sehingga pada akhirnya ia tumbuh dewasa menjadi manusia yang siap mandiri, bertanggung jawab dan berguna bagi masyarakat.
Pada minggu-minggu pertama dari kelahiran seorang anak, seorang ibu semalaman tidak tidur. Mengurus segala kebutuhannya. Menyusui ketika lapar. Memelihara ketika sakit, mengupayakan agar bisa beristirahat dan segera sembuh. Dari sini bermuara cinta kasih seorang ibu. Perkembangan pisik dan akal anak secara berangsur, menimbulkan pula kasih sayang baru bagi seorang ibu. Bertambahlah rasa kasih sayangnya terhadap anak. Terhadap masyarakat terjalin pula kasih sayang antara anak yang tumbuh dewasa dengan mereka, sehingga terciptalah kesamaan pandang, pola hidup dan pemikiran.
Masa perkembangan anak yang diliputi kasih sayang mengantar dirinya menjadi seorang yang berjiwa besar dan mengagumkan. Kesederhanaan dan kebijaksanaan seorang ibu dalam membimbing anaknya pada masa perkembangan sangat diperlukan. Jalan inilah yang harus ditempuh, sehingga menimbulkan kesamaan pandang antara kesenangan pribadi anak dengan kesenangan-kesenangan maupun adat istiadat masyarakat lingkungan. Ia akan tumbuh dengan mendapat simpati dan kasih sayang, perhatian dan kecintaan masyarakat.
Lingkungan keluarga merupakan poros penentu dalam membentuk pribadi seorang anak serta perkembangannya. Kasih sayang dan pengertian dari orang tua sangat meninggalkan bekas positif dalam perkembangan jiwa anak. Kasih sayang orang tua terhadap anak pada masa kecil, adalah cermin potret anak di masa mendatang.
Sejak awal kehadirannya di dunia, seorang anak banyak bergaul dengan ibunya. Ibu yang memenuhi segala kebutuhan dan melayaninya, sehingga apapun yang dilakukan ibu menjadi tonggak yang berdiri kokoh dalam jiwa anak. Kekerasan seorang ibu, sangat mengganggu bagi perkembangan pola pikir anak. Akibatnya, anak akan menjadi orang yang merasa kecil hati dan segala perilakunya tidak terkonsep. Dijadikan sebagai pelampiasan tekanan bathin. Yang kadang-kadang apabila sudah mencapai puncak ketidak-puasan, ia akan melakukan hal-hal yang menyimpang dari etika dan aturan yang ada. Apabila hal-hal seperti ini seringkali dilakukan, tentu akan mendatangkan pengaruh yang tidak baik bagi pribadi anak. Bahkan akan menjadi suatu kebiasaan.
Mengangkat martabat dan usaha memenuhi kebutuhan anak merupakan bagian dari kasih sayang seorang ibu. Merasa susah manakala anak bergaul di luar rumah yang serba bebas. Merasa prihatin manakala dalam pergaulan ia meninggalkan nilai-nilai norma keluarga. Pergaulan masyarakat memang sangat perlu. Namun sebelum anak menerjuni samudera pergaulan dengan mereka, lebih dahulu harus ditanamkan perbekalan pribadi. Jangan sampai di antara mereka terjadi tabrakan kepentingan, sehingga menimbulkan masalah-masalah yang tidak menguntungkan.
Tata aturan yang keras dan mengikat yang ditemui seorang anak dalam lingkungan keluarga, lebih banyak melatarbelakangi perbuatan-perbuatan jelek. Kehidupan di luar rumah semacam dijadikan kompensasi dari tekanan bathin yang dialami di dalam lingkup keluarga. la ibarat burung lepas dari sangkarnya, bebas berbuat apa saja manakala lepas dari pengawasan orang tua.
Tata aturan yang keras membuat pribadi anak bersikap ragu-ragu dalam melakukan segala hal. Rasa takut salah selalu menghantui dirinya. Akibatnya, ia menjadi seorang yang malas. Lebih senang dimarahi daripada bekerja selalu salah. Sama-sama kena marah, lebih baik tidak bekerja. Itulah pentingnya orang tua dalam mendidik anak menerapkan pola sederhana. Penuh kasih sayang, namun dalam sekali tempo perlu pula diterapkan kekerasan. Kekerasan dalam arti untuk menanamkan kedisiplinan, bukan tekanan. Anak yang tidak pernah menerima kekerasan orang tua, hanya kasih sayang saja yang ia terima, akan menjadi manja. Ini pun akan menimbulkan dampak negatif pula. Hanya kebijaksanaan sajalah yang akan mengantar seorang anak menjadi insan yang baik. Kebijaksanaan inilah yang harus diterapkan seorang ibu dalam membimbing anaknya.
****
Sikap saling menghormati antara kedua orang tua, merupakan modal utama bagi perkembangan jiwa anak. Orang tua yang memiliki kebijaksanaan, dapat membedakan kapan anak harus mendapatkan kasih sayang dan kapan harus mendapatkan kekerasan. Hal itu memberi pengaruh besar dalam membentuk keshalihan pribadi anak. Dan ia akan tumbuh dewasa dengan pertumbuhan -mental dan jiwa yang baik lagi mulia. Tegar dalam pendirian, mandiri, berakhlak karimah dan berani menghadapi realita hidup yang penuh tantangan.
Saling pengertian antara ayah dan ibu dalam mendidik anak, memasukkan paham Aqidah dan mendewasakan pola pikir, adalah kunci keberhasilan pendidikan itu sendiri. Apabila antara ayah dan ibu sudah tertanam saling pengertian, saling hormat – menghormati, maka sasaran menciptakan anak shalih mudah dicapai. Dan masyarakat sekitar segera dapat merasakan buah pendidikan itu.
Perbedaan pandangan dan pola pikir antara ayah dan ibu, menimbulkan gejolak dan kegoncangan kepercayaan dan kemantapan dalam jiwa anak. Akibatnya, ia lamban dalam berpikir. Tidak yakin dalam penampilan. Itu lah perlunya keserasian pola pandang dan pola pikir antara ayah dan ibu dalam tubuh rumah tangga. Saling pengertian dan hormat menghormati antara ayah dan ibu merupakan bagian dari kewajiban yang harus mendapatkan perhatian serius, agar dari rumah tangga itu lahir anak yang shalih.
Tidak diragukan lagi, bahwa lahirnya hubungan yang harmonis antara anggota rumah tangga berangkat dari sifat saling menghormati. Lebih-lebih sifat hormat-menghormati antara ayah dan ibu di depan anak-anaknya.
Suatu kesalahan besar seorang ayah – misalnya – melampiaskan nafsu syahwat di depan anak-anaknya, mencium istri atau memeluknya di hadapan anak, berarti akan mempercepat hancurnya sendi-sendi keharmonisan rumah tangga. Akibatnya, hilanglah sifat saling hormat – menghormati antara ayah dan ibu. Anak akan terpengaruh melakukan hal-hal yang kurang terpuji. Bahkan perkembangan jiwanya akan terganggu. Sebab anak yang belum mengerti arti ciuman,’ akan melakukannya karena ikut-ikutan. Karena tabiat manusia, lebih-lebih yang tertanam dalam jiwa anak kecil, lebih cenderung mengikuti kehendak nafsu. Yang perlu diingat, anak kecil adalah potret generasi yang akan datang. Dan perilaku generasi tua merupakan reproduksi pendidikan masa kecil.
Tidak diragukan lagi, seorang ibu adalah tonggak yang berdiri tegak menghormati dan memuliakan keluarga dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Jiwa keibuan dan instingnya mengajak kepada memuliakan keluarga, memberikan kemantapan dan motivasi kepada suami agar lebih bergairah dalam melaksanakan tugas. Melukis di kanvas jiwa anak-anak kecenderungan menghormati kedua orang tua dan mentaati perintahnya.
Apabila seorang ibu tidak menanamkan kecenderungan menghormati kedua orang tua, sementara anak dari hari ke hari semakin tumbuh dewasa, maka kehidupan mereka dalam keluarga selanjutnya seperti teman bermain saja. Padahal dalam pergaulan kehidupan di tengah masyarakat norma dan etika masih tetap harus dipegang. Mereka dalam segala sektor kehidupan saling menghormati. Sebab itu lah seorang ibu berkewajiban menanamkan jiwa mulia kepada anak sejak kecil, sehingga pada usia dewasa nanti berjiwa mulia, menghormati dan memuliakan kepada siapa saja. Sebaliknya, masyarakat pun menghormati dan memuliakan kepadanya.
Cara menanamkan jiwa mulia kepada anak di antaranya dengan melatih untuk berkorban. Bahkan orang tua memberikan contoh langsung. Yakni berani mengorbankan segala sesuatu demi kepentingan anak. Pengorbanan sangat besar artinya dan diperlukan dalam kehidupan manusia.
Motivasi yang mendorong orang tua bersedia berkorban demi anak-anaknya bersumber dari kasih sayang dan rasa cinta yang sangat mengakar dalam lubuk hati. Apabila anak-anak merasakan pengorbanan orang tua, memberikan kecukupan dalam membahagiakan dirinya, maka dalam rumah tangga terjalin lah hubungan yang baik. Saling menghormati, yang akhirnya lahirlah kebahagiaan dan keharmonisan hidup di tengah mereka.
Seorang anak yang mengetahui ibunya telah mengorbankan waktu dan kebahagiaan, duduk menahan kantuk ketika ia sakit, maka bertambahlah rasa hormat terhadap orang tua, bertambah motivasi mengabdi dan berbakti kepadanya. Bertambah kesucian jiwa yang ter tanam dalam lubuk hati. la merasakan betapa itu telah memberikan kebahagiaan dan kepuasan dalam segala gerak langkah dan kehendak. la sadar, kasih sayang yang tertanam dalam lubuk hati seorang ibu abadi sepanjang waktu. Kokoh bagaikan batu karang yang takkan hancur karena deburan dan benturan ombak.
Anak yang dalam perkembangannya disantapi dengan pengorbanan, maka terbentuklah jiwa suka berkorban. Misalnya, sejak kecil dibiasakan memberikan sedekah kepada orang fakir, tentu ia dalam mengarungi hidup dan kehidupan ikhlas meluangkan waktu memberikan bantuan dan pertolongan kepada orang lain.
Kebanyakan orang telah melakukan kesalahan besar. Yakni ketika berasumsi, bahwa jiwa berkorban dapat ditanamkan dalam kehidupan individu dengan jalan menyuguhkan atau mendengarkan cerita-cerita orang tua. Padahal itu sangat bertolak belakang dengan kenyataan. Jiwa pengorbanan hanya dapat ditanamkan pada diri seseorang dengan jalan melatih melakukan dan memaksakan menjadi suatu kebiasaan. Karena itu, kewajiban seorang ibu adalah menanamkan dan memelihara jiwa berkorban kepada anak sejak awal pertumbuhan. Dan membiasakan melakukan hal-hal yang baik serta mengenal diri pribadi, sehingga tumbuh menjadi individu yang utuh, mencapai kebahagiaan hakiki. Bersedia berkorban jiwa dan waktu demi kepentingan masyarakat. (Sumber: Hamid Abdul Khalik Hamid, Wahai Ibu Selamatkan Anakmu, Pustaka Mantiq)
Pentingnya Memasukkan Anak ke Lingkungan Pesantren
Begitu berpengaruhnya lingkungan terhadap kehidupan anak, nyatanya tidak bisa diabaikan begitu saja oleh orang tua. Bagaimana menerapkan pendidikan yang baik dan berkelanjutan akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak.
Selain itu juga memiliki dampak positif dalam perkembangan kepribadian anak di masyarakat. Sehingga penting bagi orang tua untuk memilih proses pendidikan yang baik untuk tumbuh kembang anak. Kiranya pesantren di era modern menjadi pilihan yang tepat bagi pertumbuhan akademik maupun dalam membentuk perilaku.
Lingkungan semakin sulit untuk dikendalikan jika tidak ada kesadaran yang sama di masyarakat. Memilih pesantren juga menjadi salah satu jawabannya. Selain itu karena di lingkungan pesantren pertumbuhan perilaku sangat diperhatikan, juga proses perkembangan akademik tidak pernah diabaikan.
Muhammadiyah Boarding School Piyungan memiliki visi dan misi yang sangat representatif dengan keadaan yang terjadi di masyarakat saat ini. Khususnya bagaimana tumbuh kembangan anak remaja yang sedang mencari dan belajar menemukan jati dirinya masing-masing.