Pada tanggal 4 April 1985 diadakan rapat Pleno PP. Muhammadiyah yang dihadiri oleh Ketua-Ketua Wilayah Muhammadiyah. Dalam pertemuan tersebut PP. Muhammadiyah melaporkan hal-hal yang telah diperjuangkan oleh Muhammadiyah secara maksimal sampai saat itu. Begitu juga PP. Muhammadiyah melaporkan tidak ada lagi satu Fraksi pun di DPR yang bersedia membicarakan masalah asas. Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Ormas tidak dapat ditawar lagi dan akan masuk dalam UU tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Sesuai dengan perkembangan tersebut, setelah melalui pembicaraan yang cukup panjang maka akhirnya PP. Muhammadiyah menyusun 4 usul guna penyempurnaan RUU tentang Organisasi Kemasyarakatan. Usul yang tercantum dalam surat PP. Muhammadiyah yang bertanggal 6 April 1985 tersebut disampaikan kepada Ketua DPR, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Fraksi-Fraksi di DPR. Isinya adalah sebagai berikut:
1. Agar dalam konsideran UU Organisasi Kemasyarakatan dicantumkan pasal 29 UUD 1945. Ada pun bunyi pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 ialah sebagai berikut:
- Negara berdasarkan atas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
- Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
2. Agar dalam batang tubuh UU Tentang Organisasi Kemasyarakatan dicantumkan “Organisasi Kemasyarakatan yang bersifat keagamaan atau organisasi keagamaan dalam melaksanakan amal usahanya sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
3. Agar dalam batang tubuh UU Tentang Organisasi Kemasyarakatan dinyatakan dengan jelas bahwa setiap organisasi kemasyarakatan yang bersifat keagamaan atau organisasi keagamaan dapat mencantumkan ciri khususnya dalam anggaran dasarnya masing-masing.
4. Agar penegasan Bapak Presiden yang menyatakan: “Pancasila tidak akan dan tidak mungkin menggantikan agama. Pancasila tidak akan diagamakan dan juga agama tidak mungkin di-Pancasilakan” dapat dicantumkan dalam UU tersebut.
Dari pendirian Muhammadiyah, tentu saja usul-usul tersebut merupakan usul yang sangat minimal Tetapi melihat kondisi dan perkembangan keadaan, maka dapat dikatakan usul tersebut merupakan yang maksimal. Muhammadiyah harus gerak cepat untuk menyampaikan usul-usul tersebut ke berbagai pihak, baik DPR maupun Pemerintah. Waktu sangat mendesak sekali.
Hari Senin, tanggal 8 April 1985 jam 11.00 pagi saya bertemu dengan Ketua DPR Amirmachmud untuk menyampaikan usul-usul Muhammadiyah yang terdiri dari 4 hal tersebut. Setelah membacanya Pak Amirmachmud mengatakan bahwa beliau telah bertemu dengan Presiden Soeharto dan prinsipnya Pak Harto dapat menyetujui usul Muhammadiyah tersebut. Siang hari itu juga surat PP. Muhammadiyah tersebut saya serahkan pula kepada Menteri Agama, Bapak H. Munawir Sjadzali. Menteri Agama mengatakan bahwa beliau telah pula membicarakan usul Muhammadiyah itu dengan Menteri Dalam Negeri.
Sesuai janji dengan Dr. Suhardiman, Ketua Pansus 5 RUU, pada jam 19.30 malam tanggal 8 April 1985, PP. Muhammadiyah yang terdiri dari Dr. Kusnadi, S. Prodjokusumo, Fahmy Khatib, Sutrisno Muhdam dan Lukman Harun bertemu dengan Dr. Suhardiman di rumahnya. PP Muhammadiyah me- nyampaikan secara tertulis usul-usul mengenai penyempurnaan RUU Organisasi Kemasyarakatan. Dalam pertemuan tersebut Dr. Suhardiman mengatakan lebih kurang 80% dari usul Muhammadiyah tersebut akan dapat diterima. Yang menjadi persoalan ialah Fraksi mana yang akan memasukkannya dalam DIM (Daftar Isian Masalah). Tanpa ada Fraksi yang memasukkan dalam DIM tentu usul tersebut tidak dapat dibicarakan dalam pembahasan RUU Organisasi Kemasyarakatan. Kami mengusulkan supaya Fraksi Golkar yang memasukkan dalam DIM-nya. Tetapi Pak Suhardiman menganggap lebih baik PPP yang memasukkan dalam DIM dan Golkar membantunya.
Dr. Suhardiman mengusulkan pula supaya usul. usul tersebut dibicarakan dengan Pimpinan Fraksi PPP. Disepakati pula untuk membicarakannya dengan Ketua Fraksi PPP. Drs. Sudardji. Dr. Suhardiman menjanjikan pula untuk membuat surat kepada Drs. Sudardji. Dr. Suhardiman juga menyarankan supaya usul PP. Muhammadiyah tersebut disampaikan kepada semua Fraksi sebelum jam 12.00 tanggal 9 April 1985. Kalau terlambat dikhawatirkan tidak masuk lagi dalam DIM mereka. Sesuai dengan saran Dr. Suhardiman, malam itu juga kami harus memperbanyak surat PP. Muhammadiyah tersebut. Dr. Kusnadi dan Sutrisno Muhdam langsung ke rumah saya untuk mengetik surat-surat tersebut. Untung jugalah ada beberapa kop surat PP. Muhammadiyah di rumah saya. Setelah selesai diketik, timbul masalah siapa yang akan menandatangani surat tersebut sebagai Sekretaris. Maklumlah hari sudah tengah malam dan rumah Sdr. Ramli Thaha sangat jauh dan tidak mungkin dihubungi tengah malam itu. Maka kami putuskan Drs. Sutrisno Muhdam saja yang menandatangani se- bagai Pj. Sekretaris. Selesai ditandatangani malam itu juga Sdr. Sutrisno Muhdam ke Menteng Raya 62 untuk menstempel surat tersebut. Pagi-pagi sekali hari Selasa tanggal 9 April 1985 Sdr. Sutrisno Muhdam ke rumah Dr. Suhardiman untuk mengambil surat yang ditujukan kepada Ketua Fraksi PPP. Drs. Sudardji. Setelah menerima surat tersebut dari Dr. Suhardiman maka Drs. Sutrisno Muhdam langsung menuju Fraksi PPP di DPR untuk menyampaikan surat Dr. Suhardiman yang dilampiri surat dari PP. Muhammadiyah. Sebelum jam 12.00 tanggal 9 April 1985 semua surat PP. Muhammadiyah itu telah disampaikan kepada semua Fraksi di DPR.
Sementara itu saya juga telah mengadakan hubungan tilpon dengan Drs. Yusuf Syakir dari Fraksi PPP karena dialah yang menyusun DIM PPP. Saya telponkan satu persatu usul PP. Muhammadiyah tersebut. Hari itu semua Fraksi sibuk sekali menyusun DIM. Syukurlah setelah melalui berbagai saluran, akhirnya usul Muhammadiyah tersebut dimasukkan dalam DIM PPP.
Atas undangan dari Fraksi ABRI yang juga telah menerima surat PP. Muhammadiyah, pada tanggal 13 April 1985, jam 09.30 PP. Muhammadiyah yang terdiri dari Dr. H. Kusnadi, H.S. Prodjokusumo, Ismail Sunny, Ramli Thaha, Lukman Harun dan Sutrisno Muhdam mengadakan dengar pendapat dengan Fraksi ABRI.
Terjadi pembicaraan yang terus terang dan cukup lama dengan Fraksi ABRI tersebut. Satu persatu usul Muhammadiyah tersebut dibahas dan dibicarakan secara mendalam. Kami PP. Muhammadiyah betul-betul mengharapkan supaya penegasan Pak Harto “Pancasila tidak agama dan agama tidak akan di-Pancasilakan”, supaya dimasukkan RUU. Dengan memasukkan penegasan Presiden Soeharto mengenai hubungan Pancasila dan agama dalam Undang-Undang berarti hal itu menjadi hukum positip, yang sangat penting artinya bukan saja buat generasi sekarang pun juga buat generasi yang akan datang, begitulah disampaikan oleh PP. Muhammadiyah dalam dengar pendapat dengan Fraksi ABRI tersebut.
Kemudian timbul lagi pertanyaan dari Fraksi ABRI. Apakah dengan demikian Muhammadiyah telah menerima Pancasila sebagai satu-satunya Asas? Kami menjawab, karena hal tersebut menyangkut perubahan Anggaran Dasar, sedangkan menurut ketentuan Anggaran Dasar Muhammadiyah yang berhak merubah hanyalah Muktamar.
Pada tanggal 13 April 1985 itu juga jam 11.00 delegasi PP. Muhammadiyah tersebut diterima Menteri Dalam Negeri, Bapak Soepardjo Rustam. Dengan Menteri Dalam Negeri terjadi pula pembicaraan yang mendalam mengenai usul-usul Muhammadiyah tersebut.
Atas undangan Fraksi PDI tanggal 17 April 1985, PP. Muhammadiyah mengadakan dengar pendapat dengan Fraksi PDI tersebut. Juga dengan Fraksi PDI terjadi pertukaran pikiran yang lama mengenai usul-usul Muhammadiyah tersebut.
Dari pembicaraan kami dengan berbagai Fraksi tersebut, dengan Pimpinan DPR dan juga dengan Pemerintah, ternyata umumnya dapat memahami usul Muhammadiyah tersebut.
Ternyata pula hal-hal yang diusulkan oleh PP. Muhammadiyah telah menimbulkan perdebatan di DPR dalam pembahasan RUU Organisasi Kemasyarakatan tersebut.
Sesuai dengan perkembangan pembicaraan RUU Keormasan di DPR, Pimpinan Muhammadiyah yang terdiri dari H.S. Projokusumo, Ismail Sunny dan tersebut di DPR berlangsung dari tanggal 22 April 1985 sampai 31 Mei 1985. Kemudian Undang-Undang tersebut ditandatangani oleh Presiden tanggal 17 Juni 1985 dan dimasukkan dalam Lembaran Negara No. 14 Tahun 1985 dan menjadi Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Selama berlangsungnya pembahasan mengenai RUU Organisasi Kemasyarakatan tersebut, kami selalu dapat berhubungan dengan teman-teman di DPR sehingga kami dapat terus-menerus bertukar pikiran dan mengikuti perkembangan pembahasan RUU tersebut. (Sumber: Lukman Harun, Muhammadiyah dan Pancasila, Penerbit Pustaka Panjimas)