Bukti Kasih Sayang Allah Kepada Hambanya

SMA MUHAMMADIYAH PIYUNGAN

MEMBINA KEPRIBADIAN ANAK

Perlakuan keras dalam mendidik anak sama halnya dengan mendidik dengan cara menyepelekan. Demikian pula memanjakannya secara berlebihan, akan memberi dampak negatip. Anak yang tumbuh dalam suasana kekerasan dan dimanjakan, pada pertumbuhan menuju dewasa akan terganggu. Akibatnya ia menjadi orang yang memiliki kepribadian yang goyah, tidak mantap. Anak yang tumbuh dalam lingkungan pendidikan keras, ia akan menjadi manusia penakut, pendengki, lemah kepribadian dan memiliki keinginan yang terpendam untuk membalas dendam. Sementara anak yang hidup dalam lingkungan keluarga yang memanjakan, ia akan tumbuh menjadi orang yang tidak berpendirian, mudah terbawa arus, bingung dan kehilangan kepercayaan diri. Dengan adanya cela ini, maka ia apabila terjun di tengah masyarakat akan menjadi orang yang serba ragu, tak bisa apa-apa sehingga la senantiasa dihantui rasa putus asa dalam menerjuni dunia kehidupan. la tidak mempunyai bekal apapun untuk berjuang menghadapi badai kehidupan di tengah masyarakat, karena kedua orang tuanya tidak membekali dengan senjata kemandirian kepadanya. la tidak berani hidup mandiri, senantiasa menggantungkan pada uluran pemikiran orang tua.

Karenanya, orang tua seharusnya bersikap moderat, tengah-tengah antara kekerasan dan memanjakan anak dalam mendidiknya. Orang tua sebaiknya melepaskan kepala, tetapi me megang erat-erat buntutnya, bila ungkapan ini dapat dijadikan misal. Atau hendaklah orang tua bersikap keras tetapi lembut, dan bersikap lembut tapi keras.

Anak-anak mempunyai kehendak yang seharusnya dipelihara dengan hormat oleh setiap orang tua, hingga mereka terbiasa dengan kebebasan sejak kecil. Biarlah mereka mengemukakan pendapat sesuai dengan alam pikiran dan kemampuannya untuk mengungkapkan pendapat yang berkaitan dengan permasalahan hidup dan kehidupan. Mereka dalam masalah ini kadangkala benar dan kadangkala keliru. Maka apabila mereka benar, orang tua harus memberikan motivasi dan semangat. Dan apabila ternyata keliru, maka orang tua harus bijaksana dan hati-hati dalam memberikan peringatan dan penjelasan atas kekeliruan tersebut.
Dalam mengatasi kesalahan yang dilakukan seorang anak, orang tua harus benar-benar hati-hati. Jangan sekali-kali memakai celaan yang mematikan kreatifitas atau membodoh-bodohkannya, atau menghardik hingga menyinggung perasaan dan kepribadiannya. Hukuman seperti itu mempunyai dampak yang sangat membahayakan bagi pribadi anak. Kadang-kadang orang tua tidak menyadari ada nya bahaya ini ketika menjatuhkan hukuman. Sebab pengaruh negatip itu tidak timbul seketika pada waktu hukuman dijatuhkan. Dan bahaya yang ditimbulkan akan semakin meningkat manakala hardikan, celaan dan makian di lakukan di hadapan orang banyak, atau dilaku kan di depan sekelompok teman bermainnya.

Manakala usia seorang anak mulai meningkat dan masa kekanak-kanakannya sudah dilewati, maka kewajiban yang harus dilakukan orang tua atau orang yang bertanggung jawab atas pendidikan hendaklah menghormati kebebasan berpendapat bagi anak tersebut. Ini berarti mereka telah merealisasikan keinginan -keinginan anak sesuai dengan rasionya. Sebab pada kebiasaannya keinginan-keinginan anak itu sesuai dengan kecenderungan yang ada pada dirinya.

Tanggung jawab yang sebenarnya dalam masalah ini ialah hendaknya senantiasa dituju kan kepada kehidupan, kebebasan dan kebahagiaan ummat manusia. Hanya saja selaku orang tua seringkali memberikan perintah dan instruksi sebagai arahan kepada anak-anak kita.

Dalam realita, reaksi yang timbul dari perintah-perintah ini sangat penting, dan terletak pada hal inilah yang dikehendaki selaku orang tua agar mereka belajar dari kita melalui perintah-perintah tersebut. Maka norma- norma itu tidak tertanam dalam hati anak- anak secara langsung, karena ia dimuat terlebih dahulu, diserap kemudian tumbuh, hingga kelak menjadi bagian dari pribadi anak. Dan hal ini baru dapat berbuah dengan jalan pengenalan anak terhadap norma-norma yang di maksud melalui keteladanan.

Seorang anak boleh jadi mengatakan :”Aku akan menjadi seorang pemberani seperti ayah. Aku tidak akan melakukan kedustaan selama nya, dan aku senantiasa akan berkata jujur seperti ibuku”.

Berangkat dari realita ini, maka norma norma dan problematika tanggung jawab terletak pula di pundak para bapak, terletak pada norma-norma dan akhlak perilaku mereka melalui sela-sela kebiasaan anak.

Namun, ada satu pertanyaan yang harus dikemukakan. Yakni: “Apakah di sana terdapat kecenderungan-kecenderungan dan kebiasaan-kebiasaan yang mampu menciptakan rasa tanggung jawab pada diri anak. Apakah kita memgizinikam anak-anak menghayati perasaan mereka yang sebenarnya dan membiarkannya mengungkapkan perasaan itu?”.

Kaum bapak dituntut untuk menghidang kan teori dan metode yang dapat dan mudah diterima sesuai dengan perkembangan perasaan anak-anak mereka. Tetapi dalam kenyataan generasi kaum ayah pada masa silam selalu ingin menguasai segala sesuatunya, termasuk juga masalah perasaan.

Sudah menjadi keharusan bagi kedua orang tua untuk dapat meraih simpati anak, hingga mereka dapat senantiasa membawa anak-anaknya di sisi mereka.

Alangkah terkoyak hati anak-anak ketika orang tua tidak memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup terhadap mereka. Misalnya, orang tua selalu mengacuhkan pikiran- pikiran anaknya, tidak mau menghayati isi hati, dan mendengarkan omongan si anak. Akibatnya mereka akan mempunyai gambaran bahwa pemikiran mereka tidak dianggap, tidak ada harganya sama sekali dan tidak berhak mendapat perhatian serta belum cukup untuk diperhatikan. Manakala kejadiannya tidak demikian, maka minimal berarti para ayah telah membuat tali telinga anak-anak mereka. Bahkan perasaan ini berkembang, hingga anak-anak mempunyai perasaan diri mereka ditolak keberadaannya dan tidak disukai. Pada saat ini mereka tidak lagi mempunyai harapan menunggu ayahnya.

Orang tua yang bersedia mendengarkan perkataan anaknya, berarti menghargai dan memperhatikan pikiran, usulan dan apa saja yang ia katakan. la merasa mendapat perhatian dan penghargaan, hingga ia pun akan menghormati dan menghargai pikiran-pikiran ayahnya dan taat kepadanya. Selain itu ia akan makin bertambah rasa percaya dirinya. Perasaan ini dapat membuat anak memiliki kemampuan yang lebih banyak dan lebih luas dalam mengadakan interaksi dengan alam dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya.

Hal ini menuntut orang tua untuk melakukan dua hal. Yakni :
Pertama, hendaklah mereka mau mendengarkan apa yang dikemukakan anak-anak nya.
Kedua, hendaklah mereka menjauhi kritik, kata-kata keras yang melukai perasaan anak dan yang mematikan kreatifitasnya.

Orang tua dituntut agar menjauhi kata kata dan ungkapan-ungkapan yang dapat menimbulkan pertengkaran dan permusuhan. Yakni seruan dengan memakai kata-kata yang dapat menyinggung anak, hingga hal itu mengendap dalam hati dan sangat sulit untuk dihapuskan atau dilupakan begitu saja.
“Sekalipun kepalamu besar, tetapi bo doh dan tolol. Kepala seperti itu ha nya pantas dimiliki oleh kerbau”.

Ada diantara orang tua mengatakan seperti di atas kepada anaknya. Bahkan ada yang lebih dari itu. Ia tidak segan-segan dan tidak khawatir meramalkan apa yang akan terjadi pada diri anaknya. la seenaknya mengatakan: “Kamu kelak pada kesudahannya akan berakhir masuk ke dalam penjara”.

Kadangkala ada pula yang menggunakan ancaman dan peringatan tanpa menimbang resiko dan pengaruh dari sikapnya itu terhadap jiwa dan diri anak-anaknya. la tidak segan mengatakan: “Manakala kamu tidak mau berhenti dan tidak mau tenang, maka aku tidak akan memberimu uang jajan”.

Seringkali pula orang tua melancarkan tuduhan terhadap anak tanpa adanya alasan yang kuat. Misalnya mengatakan: “Kamu selamanya menjadi sumber timbulnya keributan dan masalah. Aku mengetahui kebiasaanmu!”. Kadangkala seorang ayah atau ibu menje rit dan berteriak menghadapi anaknya: “Diam! Dan dengarkan perkataanku!”.
Adegan-adegan di atas, tidak lain merupakan hinaan, makian dan peringatan. Ancaman, Jeritan dan kata-kata yang keras. Berarti orang tua tersebut telah menanamkan sesuatu yang amat pahit pada lisan mereka. Meninggalkan sesuatu yang berdampak negatip bagi kehidupan masa depan mereka.

Manakala setiap orang tua memusatkan kepada suatu hal, yakni keharusan kaum bapak untuk mendengarkan ide-ide dan perkataan anak-anaknya dan supaya anak-anak pun tidak mengeluarkan kata-kata serta ungkapan yang negatip terhadap ayah mereka, maka di tuntut agar mengungkapkan perasaan dan pikiran tanpa memakai nada menyerang dan mengkritik, menyakitkan hati dan menyinggung perasaan.

Iklim yang diliputi kasih sayang dalam tubuh keluarga dapat menarik anak-anak untuk lebih dekat, akrab dan nyaman berada di sisi orang tua. Dan suasana ini akan menambah kecenderungan mereka untuk mau berpikir dan bertindak tenang, sekalipun pengaruhnya tidak seketika dapat dinikmati dan dirasakan. Namun secara bertahap akan kelihatan dan menjadi kenyataan. Memang, tidak diragukan lagi bahwa seorang ayah dan ibu didalam memilih arahan-arahan tertentu dan pelaksanaan nya dapat menciptakan perasaan tanggung jawab pada diri pribadi anak mereka.

Masalah memberikan arahan terhadap anak dan mendidiknya jangan sekali-kali dianggap permasalahan yang enteng dan sepele. Sebab sangat penting dan penuh tantangan. Pada permasalahan inilah tertumpu sebagian besar kesempatan untuk menanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri anak. Sehingga lenyaplah ungkapan-ungkapan yang menunjukkan arti acuh tak acuh “bukan urusanku”, lari dari tanggung jawab dan dari kehidupan generasi baru.
Anak berkeinginan sekali agar orang tua dapat menanamkan rasa tanggung jawab dan batasan yang jelas mengenai kewajiban di dalam hati mereka. Dan kewajiban yang diberi kan kepada anak diberlakukan pula terhadap orang tua. Dalam banyak hal, orang tua tidak saja diharuskan mendengarkan arah dan perkembangan pikiran anak, tetapi dituntut pula untuk berlaku solider terhadap pandangan pemikiran mereka, baik dalam menuruti kemauan maupun dalam memberikan pengertian ke pada mereka.

Kepada anak yang berumur dua tahun, seharusnya lebih dahulu menanyakan kepadanya, “Apakah kamu ingin satu gelas susu penuh atau hanya ingin setengah gelas?”. Dan bagi anak yang belum mencapai umur empat tahun, orang tua seharusnya lebih dahulu menanya kan kepadanya, “Apakah kamu menginginkan telor rebus atau telor goreng?’.

Anak-anak dalam kehidupan keseharian harus diajari bagaimana cara memilih sesuatu. Hendaklah pilihan ini berdasarkan pengetahuan mereka tentang selera dan keinginan yang tumbuh darinya sendiri. Kemudian orang tua dalam hal ini harus berinisiatif lebih dahulu, lalu menyodorkan kepada mereka, agar mereka mengambil keputusan dalam menentukan pilihannya dan sekaligus mereka bertanggung Jawab sendiri terhadap pilihannya tersebut.
Ada sebagian anak yang menyantap makanan mereka sepanjang hari seluruhnya, kemudian dengan seenaknya mereka melahap beberapa jenis makanan pada saat diluar waktu makan. Tetapi apabila saat makan tiba, mereka berpaling dari makanan dan tidak mau makan. Selang beberapa saat kemudian, setelah waktu makan usai, terdengarlah suara mereka meminta makan. Disini orang tua harus mengajar anak-anak untuk mempertanggungjawab kan kekeliruannya. Memang konsekuensinya mereka akan merasa lapar. Tetapi hal ini merupakan pelajaran bagi mereka sendiri. Sikap seperti ini, berarti menanamkan kedisplinan dan rasa tanggungjawab pada jiwa mereka.

Setelah panjang lebar membicarakan masa lah makanan, maka kita beralih kepada pembicaraan masalah pakaian. Yakni melatih dan mengajarkan kepada anak-anak bertanggungj awab dalam masalah berpakaian tersebut.
Dalam membeli pakaian untuk anak-anak kecil, orang tua harus bertanggung jawab penuh terhadap segala sesuatu yang menjadi kebutuhan mereka. Orang tualah yang mencukupi dana kebutuhan mereka sesuai dengan kemampuan ekonomi yang ada. Di toko pakaian, orang tua memilih beberapa macam pakaian yang sesuai dengan tingkat kebutuhan mereka dan daya beli, kemudian anak disuruh memilih pakaian hasil pilihan orang tua sesuai dengan kehendak dan seleranya sendiri.
Seorang ibu mengatakan: “Pilihlah baju baju yang kamu sukai dari etalase ini untuk keperluanmu sendiri”,

Ungkapan di atas dapat ditujukan kepada anak yang berusia enam tahun, la telah mampu memilih kaos kaki, baju dan kebutuhan pakaian yang lain. Memang di tengah masyarakat ada terdapat sekelompok orang yang tidak melarang hak pilih ini terhadap anak anak. Dan sebagian kelompok masyarakat lain nya ada pula yang menentukan seleranya sendiri terhadap anak-anak mereka. Sehingga anak-anak sama sekali tidak diberi kesempatan untuk melatih diri dalam menentukan selera dalam memilih pakaian, Kadang-kadang hal ini menjadi kebiasaan bagi anak sampai mencapai usia dewasa, hingga ia selalu mengandalkan orang lain dalam memilih pakaian, Tetapi memang cukup banyak dari kalangan kaum ayah mengajak ibu-ibu, isteri dan keluar ga mereka dalam berbelanja, agar mereka memilih sendiri kebutuhan pakaian sesuai dengan selera dan keinginan mereka.
Anak-anak, pada dasarnya sangat membutuhkan latihan untuk berani memikul tanggung jawab semenjak masih dalam usia kecil, agar kelak setelah dewasa tidak mempunyal sikap dan sifat pengecut. Berlari dari realita dan tanggung jawab. Dan agar mereka berani menghadapi tanggung jawab dalam setiap aspek kehidupan, baik ketika masih kecil maupun setelah dewasa.
Di atas telah ditayangkan pembahasan masalah makanan dan pakaian sebagai sarana kehidupan. Maka dengan cara memilih bagi anak dalam menentukan makanan dan pakaian berarti orang tua telah mengajarkan cara memilih sebagai suatu seni, citra dan tanggung jawab. Dan anak pun akan tumbuh dewasa menjadi manusia yang dinamis, kreatif dan produktif, hingga menatap masa depan dengan penuh keceriaan.

Dengan memberikan pengetahuan dan kesempatan bagi anak untuk dapat memilih hal yang di sukai. Alangkah lebih baiknya orangtua juga memberikan arahan kepada anak untuk memilih sekolah yang dapat melatih rasa tanggung jawabnya. Seperti memberikan arahan untuk memilih sekolah dengan asrama atau tidak. Dengan memilih sekolah yang berasrama anak dapat melatih tanggung jawab untuk dirinya sendiri. Anak terlatih untuk menentukan yang harus di pertanggung jawabkan di hidupnya sendiri.
Sebagai rujukan ada Muhammadiyah Boarding School Piyungan, di tempat ini anak-anak bisa memilih pilihan bagi hidupnya. Bertanggung jawab atas dirinya sendiri sehingga anak akan tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab, penuh percaya diri, dan memilik akhlak yang baik.

Sumber: Hamid Abdul Khalik Hamid,1990. Wahai Ibu Selamatkan Anakmu. Solo: CV Pustaka Mantiq