Bukti Kasih Sayang Allah Kepada Hambanya

SMA MUHAMMADIYAH PIYUNGAN

PROBLEMATIKA ANAK

pendidikan anak
Sumber: harapannews.com

Cinta terhadap anak adalah santapan jiwa yang dapat memberi pengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya. Jasmani membutuhkan santapan makan, sedangkan rohani memerlukan santapan cinta kasih. Cinta dengan berbagai problematikanya meminta perhatian serius, agar kita dapat memproyeksikan nilai sinar kasih kepada anak. Menanamkannya sejak awal perkembangan anak dengan penuh kemesraan dan sentuhan hangat, sehingga tumbuh berakar kuat dalam sanubarinya. Kehangatan pengertian, kasih sayang dan keberadaan kita di tengah mereka dengan memberikan contoh sifat kedermawanan, sangat berarti sekali dalam membentuk pribadi anak. Selayaknya kepercayaan diri dan ketenangan harus tercipta, sehingga ia merasa percaya diri dan tenang hidup bersama alam lingkungan. Sebab seorang anak sangat membutuhkan sekali kepercayaan, agar dalam melangkahkan kaki meniti kehidupan selanjutnya bisa lancar sebagaimana roda berputar tak pernah mengalami hambatan. Hidup berani menghadapi realita dan problematika yang menghadang.

Santapan

Seharusnya menjadi pengertian bagi kaum ibu, bahwa menyusukan anak dari air susu ibu sendiri mempunyai nilai arti yang sangat besar. Air susu ibu mengandung nilai kadar gizi sangat tinggi, sangat membantu bagi pertumbuhan fisik dan jiwa anak. Air susu ibu dapat membasmi benih-benih penyakit yang ada pada tubuh anak secara sempurna. Mengandung berbagai kadar protein yang dibutuhkan tubuh. Air susu ibu ciptaan Allah swt yang suci murni, yang mampu mengusir derita dan kesedihan anak. Menciptakan ketenangan bathin dan jiwa. Sejak anak dilahirkan segala kebutuhan hidupnya dapat dipenuhi dengan air susu ibu. Bahkan merupakan awal dari kehidupannya yang penuh kesucian.

Seorang anak yang baru saja dilahirkan tidak akan menemukan kesulitan dalam menetek air susu ibu. Sentuhan kulit seorang ibu terhadap anaknya ketika menyusui mempunyai nilai arti tersendiri, dapat memenuhi kebutuhan kasih sayang dan belaian yang sangat diharapkan oleh anak. Perasaan yang sangat menyentuh jiwa dalam menanamkan kasih sayang merupakan perantara hilangnya rasa keterpaksaan. la meniti hidup selanjutnya didasari penuh kesadaran yang tumbuh dari lubuk hati sebagai hasil cinta kasih yang ditanamkan oleh ibu.

Menyusukan anak dengan air susu ibu lebih utama dan lebih sehat bagi pertumbuhan anak. Tidak ada seorang pun yang dapat memelihara dan mengasih sayangi seorang anak sebagaimana seorang ibu yang menyusukan anaknya dengan air susu sendiri. Menyusui anak adalah tabiat dan insting kemanusiaan yang merupakan fundamen dasar bagi keselamatan anak. Karena itu, tidak selayaknya seorang ibu menyusui anaknya dengan susu kaleng ( susu buatan ), kecuali dalam keadaan yang terpaksa, seperti air susu ibu tidak lancar keluar.

Harap menjadi perhatian bagi setiap kaum ibu, bahwa menyapih anak sebelum kepandaian yang sempurna akan mengakibatkan kefrustasian dalam jiwa. Akibatnya hilang semangat yang mempengaruhi perkembangan dan kemantapan hidup di masa datang. Al-Qur’an telah memberikan ketentuan menyapih anak yang baik lagi sempurna.

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh. Yakni bagi yang ingin menyempurnakan penyusunan”. ( QS. Al-Baqarah : 233 ).

Wahai kaum ibu!

Masa peralihan ini bagimu dan bagi anakmu merupakan gelora kerinduan. Anak yang berada

dalam pelukan seorang ibu ketika menyusui mendapatkan nilai kemesraan dan kesenangan tersendiri. Mendapatkan kelezatan jasadiyah yang memancar bagai alunan lagu merdu dari detak-detak jantung yang menggetarkan dada seorang ibu. Mengalun perlahan bagaikan angin berdesai membelai kasih sayang. Sebaliknya, seorang ibu dapat menanamkan pengertian dan cinta kasih yang sangat dalam dengan meraba, menimang dan memeluk anak secara utuh. Dalam masa peralihan dari masa menyusu ke masa setelah disapih yang perlu diperhatikan secara serius adalah memelihara kejujuran yang telah tertanam dalam jiwa anak dalam jiwa anak dan memberikan kemungkinan serta motivasi agar ia siap dan mampu hidup mandiri. Merasa merdeka, tidak lagi ada rasa ketergantungan terhadap orang tua.

Tidur

Selamat pagi ….. !

Barangkali ucapan ini masih jarang dilakukan seseorang ketika menyambut anaknya bangun tidur. Padahal ucapan inilah yang pertama kali seharusnya diucapkan dengan lembut dan penuh kasih sayang. Kebanyakan orang tua menyambut anaknya bangun tidur dengan kecaman dan teguran yang keras, sehingga ia merasa dipersempit kebebasannya oleh ibu yang setiap pagi membangunkan. Memunahkan mimpi indah yang sedang berlayar dalam alam fantastisnya. Seorang ibu hanya menghendaki agar anaknya segera meninggalkan tempat tidur yang empuk pada hari bahagia itu, tanpa mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi serta berpengaruh bagi jiwa anak.

Di kamar tidur, seorang anak sesekali merasa takut dan khawatir barangkali ibunya masuk ke kamar, berdiri tegak langsung menyambar selimut dan menyeretnya dengan keras. Takut mendengar suara menggelegar yang memekakkan telinga, bagai lonceng dipukul bertalu-talu :

“Hai, kamu akan tidur sampai siang! Setiap pagi kamu menentangku, tidak mengindahkan perintah. Bangun hai anak malas! Kapan kamu akan bangkit dari tempat tidurmu, wahai anak tolol!’’.

Apabila kata-kata itu setiap pagi keluar dari mulut seorang ibu, maka yang didapat adalah sebaliknya. Anak bukannya lekas bangun, tetapi bertambah malas. Lain halnya kalau setiap pagi mendengar kata-kata lembut penuh kasih sayang, pasti merasa terpanggil untuk segera bangun. Misalnya :

“Anakku sayang, mengapa belum bangun. Sakitkah kamu?. Atau barangkali pusing ya! Semalam kurang tidur sih?!’’.

Pertanyaan-pertanyaan ini akan membangkitkan kesadaran dan pengertian, bahwa kasih sayang ibu akan bertambah manakala ia sakit. Ia akan merasa kasihan terhadap ibunya apabila ia berpura-pura sakit. Merepotkan dan merugikan ibu manakala ia tetap bertahan di tempat tidur, sedangkan kondisi badan sehat afiat. Maka ia pun pasti segera bangun, melakukan hal-hal yang membuat keridhaan ibunya sehingga bertambah kasih sayang kepadanya.

Sayang sekali, kebanyakan kaum ibu membangunkan anaknya dengan kekerasan. Misalnya dengan melontarkan kata-kata “Cepat bangun”!. Banyak kita lihat, bahwa kekerasan bukannya mempercepat anak bangun. Bahkan berakibat fatal, anak lebih malas dan ogahogahan bangun tidur. Ia merasa dikucilkan dengan perintah-perintah dan tekanan-tekanan agar segera bangun. Ia tidak berani membantah sama sekali atas perintah orang tua. Akibatnya ia memendam sejuta kekecewaan. Akhirnya dilampiaskan dalam bentuk protes, tidak mau segera bangun. Ini merupakan kompensasi kekesalan yang menumpuk.

Sebaiknya orang tua membuat semacam ketentuan terhadap anak pada masa pertumbuhan dengan penuh kasih sayang dan keibuan, agar ia bangun dan berkemas dari tempat tidur tepat waktu. Mengusir rasa kantuk dengan segera. Cara ini akan menciptakan suasana dan warna lain. Cepat menghilangkan kelemahan badan. Ia berharap agar setiap saat dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan tepat waktu sebagaimana yang telah ditentukan. la melaksanakan tugas dengan penuh kesadaran dan hati gembira. Misalnya, ia akan menerima dengan penuh perhatian ketika orang tua mengatakan :

– Kesempatan memakai pakaian tinggal sepuluh menit.

– Acara dimulai jam enam. Sekarang sudah jam lima seperempat.

– Makan malam nanti jam delapan, seperempat jam lagi. Persiapkanlah!

– Tamu akan hadir kira-kira tinggal sepuluh menit. Berbenah dirilah untuk menyambutnya!

Dengan kata-kata di atas, berarti orang tua telah memberikan kepercayaan kepada anak sejak kecil sesuai dengan kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan tepat waktu sebagaimana yang telah ditentukan. Karena pada dasarnya anak selalu mengharapkan kepercayaan dan prasangka baik dari orang tua. Bahkan selalu meminta pengakuan bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu tanpa adanya tekanan dari siapa pun.

Apabila setiap pagi orang tua mengajarkan bagaimana mempersiapkan bagaimana mempersiapkan diri menatap perjalanan hidup keseharian secara khusus, maka jiwa anak tumbuh subur dengan hiasan kesadaran dan penalaran yang sehat. Orang tua jangan sekali-kali menghancurkan harapan dan masa depan anak dengan kekerasan.

Apabila seorang anak pada pagi hari telah dikecewakan, pasti sepanjang siang ia akan banyak menangis dan berteriak-teriak sebagai protes terhadap orang tua yang dianggapnya kurang bijaksana. Sekalipun perasaan protes itu tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Dan bilamana seorang ibu telah mengetahui secara jelas garis-garis ketentuan sebagaimana yang telah ditayangkan di atas, pasti tujuan-tujuan utama dalam berumah tangga dapat dilestarikan dengan baik. Sebab tidak sedikit kaum ibu dengan sifat kasih sayang yang dicurahkan kepada anak dijadikan alat untuk memaksa agar ia tunduk patuh kepada perintahnya. Akibatnya, anak banyak protes, menangis dan berteriak-teriak. Padahal seharusnya kasih sayang itu dimanfaatkan untuk membujuk dan merayu agar ia berhenti dari teriakan dan tangisnya.

Seorang ibu harus mengetahui bagaimana cara agar anak menepati janji, bangun tidur tepat waktu. Tentu saja ibu harus menanamkan pengertian-pengertian kepadanya dengan kelembutan dan kebijaksanaan.

Secara garis besar pembahasan ini mengetengahkan, bahwa kebutuhan tidur bagi anak-anak sangat besar. Kecerdasan akal dan pemikiran-pemikiran cemerlang tidak akan terwujud dalam jiwa mereka apabila tidak mendapatkan perhatian secara khusus dari orang tua. Yakni dengan memperhatikan kebutuhan tidur dan istirahat yang cukup. Nilai akhlak karimah juga tidak akan tertanam dalam jiwa mereka apabila dalam segala perilaku dilakukan dengan rasa terpaksa. Apabila orang tua tidak menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik sejak masih usia kecil, bahkan dalam perintah-perintah dilakukan dengan kekerasan, maka sudah pasti dalam menatap kehidupan masa depan penuh kegelisahan, terganggu pikirannya. Bahkan tidak jarang mereka kurang tidur sepanjang malam. Memikirkan kekerasan orang tua, sehingga kesehatan badan pun akan terganggu.

Membelanjakan harta

Kesempatan membelanjakan harta bukanlah suatu pemberian yang istimewa bagi seorang anak. Sebagai sarana melatih diri agar dapat membelanjakannya dengan baik. Sebaliknya, bukanlah suatu siksaan yang menimpa seorang anak bilamana ia tidak berkesempatan membelanjakannya, karena memang kondisi orang tua dihimpit kekurangan rizki. Dan bukan pula suatu nasib buruk yang menimpa keluarga.

Membelanjakan harta merupakan jalan pengawasan dan penanaman kedisiplinan bagi anak. Selayaknya orang tua melatih anak membelanjakan harta dengan cara yang baik, kepada jalan yang baik pula. Membiasakan diri memilih hal-hal yang baik dalam pembelanjaannya, dengan disertai rasa tanggung jawab. Sebab melebihi batas dalam pembelanjaan harta akan merusak tujuan utama pemanfaatan harta.

Berulang kali diketengahkan, bahwa diantara kewajiban orang tua ialah memberikan kesempatan kepada anak untuk membelanjakan harta. Namun perlu diketahui, bahwa kesempatan membelanjakan harta itu bukanlah suatu hadiah istimewa yang diberikan kepada anak.

Kaum ibu yang berbahagia, akan mencapai hasil yang besar manakala dapat membimbing anak kepada kesadaran dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Bersedia membantu pekerjaan dalam rumah tangga, sekalipun hanya membersihkan lantai dan mencuci piring. Ibarat seorang ibu melihat pohon besar yang banyak buah di kebun, tentu ia berkeinginan untuk membelanjakan hasilnya kepada kemanfaatan yang lebih besar lagi jangkauannya. Demikian pula halnya terhadap anak.

Tidak bisa dipungkiri lagi, orang tua merasa bangga apabila dapat memberi kesempatan kepada anaknya beramal shalih. Memberikan pertolongan kepada orang lain dengan uluran tangan, kemudian nilai harga yang telah diberikannya itu. Harapan orang tua agar ia dapat menjawab apabila diajukan pertanyaan kepadanya “Berapa kamu telah memberikan?”. Dari sinilah rasa tanggung jawab akan tumbuh berkembang.

Diketengahkannya perumpamaan-perumpamaan masalah di atas terhadap anak kecil agar tujuan pendewasaan jiwa dan rasa tanggung jawab dapat tercapai dengan baik. Yakni membimbing anak cinta melakukan amal shalih dan kebajikan, mencintai keluarga dan sanak kerabat. Membina hubungan yang harmonis antara sesama manusia dengan membiasakan mendermakan harta sejak kecil. Manakala hal-hal seperti ini tidak ditanamkan dalam jiwa sejak ia masih kanak-kanak, maka berarti orang tua telah membentuk pribadi anak menjadi orang-orang yang cinta menggendongi harta, bakhil dan materialistis.

Anak akan berlebih-lebihan dalam mengeluarkan hartanya apabila orang tua tidak memberikan pengarahan dan tidak meminta pertanggunganjawab darinya. Sikap berlebihan ini akan mengantar kepada kehinaan anak itu sendiri. Untuk itu orang tua hendaklah melatihnya menabung. Menanamkan pengertian “Rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya”.

Yang sangat penting ditanamkan dalam jiwa anak ialah pengertian, bahwa uang hanyalah perantara untuk mencapai tujuan dan cita-cita. Bukan kepuasan dan tujuan akhir dari pencarian sesuatu. Jalan mendapatkan uang ialah bekerja dan berusaha dengan keringat sendiri.

Diantara kewajiban seorang ibu ialah menanamkan pengertian kepada anak, bahwa uang bukanlah aspek kehidupan yang secara mutlak harus dicari, dan uang bukanlah suatu jaminan kebahagiaan dalam mendapatkan sesuatu. Banyak terjadi, orang yang berduit tidak dapat membeli apa-apa. Banyak aspek kehidupan yang tidak dapat dibeli dengan uang. . Seperti : Kemuliaan, keutamaan dan kejujuran. Banyak pula tanggung jawab harus dipikul, yang tidak dapat dibeli dengan uang. Uang dan harta hanya sebagai sarana melaksanakan tugas dari tanggung jawab yang dipikulnya itu.

Tidak ada tanggung jawab yang lebih berat daripada melatih anak mengetahui nilai hakiki mata uang dalam kehidupan. Yakni nilai harga menegakkan kebenaran dengan harta. Seperti cinta kebaikan dan amal shalih, cinta ilmu dan kasih sayang terhadap sesama manusia.

Memilih teman

Anak-anak sangat membutuhkan teman bergaul. Teman yang baik ialah yang dapat memberi pengaruh positip bagi mereka. Memberi manfaat, faedah dan pengaruh baik secara timbal balik.

Anak-anak membutuhkan kesempatan bergaul, bertemu di antara mereka. Dalam pergaulan pasti menemukan perbedaan-perbedaan pribadi yang berlatar belakang berbedanya pendidikan yang diberikan orang tua. Karena itu sebaiknya anak yang pendiam bergaul dengan anak yang terbuka dalam dalam pergaulan, agar saling tolong-menolong. Anak yang bermental penakut dan berfisik lemah berteman dengan anak yang pemberani dan kuat fisik. Demikian seterusnya. Cara berteman seperti inilah yang akan mengantar kepada kesempurnaan kepribadian anak sesuai dengan instingnya.

Dalam pergaulan hendaklah anak-anak memilih teman, yang diantara mereka ada rasa senasib sepenanggungan. Membiasakan diri bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Apabila orang tua kurang memperhatikan dalam menyeleksi teman bergaul bagi anak-anaknya, maka kewajibannya ialah mengawasi dan percaya bahwa mereka telah mampu memilih teman bergaul, yakni teman yang baik.

Rasulullah saw telah meletakkan pondasi kepada ummatnya dalam memilih teman. Beliau bersabda :

“Janganlah kamu berteman, kecuali dengan orang yang beriman. Apabila kamu lupa berdzikir kepada Allah, ia bersedia mengingatkan. Dan apabila kamu berdzikir kepada Allah, ia bersedia membantu”.

Kecemburuan

Kecemburuan(ghirah) adalah perasaan yang menyelubungi jiwa anak. Lebih-lebih dalam pergaulan di alam bebas ini. Kecemburuan yang melebihi batas, akan menghambat suksesnya usaha manusia secara individu maupun terhadap masyarakat sekitar. Tidak ada anak yang lebih celaka daripada anak yang memiliki kecemburuan luar biasa, sehingga ia merasa bahwa dirinya telah gagal memperoleh kelembutan, pemeliharaan dan kasih sayang yang selama ini ia damba.

Kegagalan yang telah menjadi keyakinan seorang anak – baik salah maupun benar keyakinan itu – mengakibatkan ia merasa malu maupun emosi, sehingga hilanglah kepercayaan terhadap diri sendiri. Akibatnya, ia berperangai aneh-aneh, penuh keraguan, dan melakukan hal-hal yang tidak wajar. Mengendap frustasi yang dalam. Penyalurannya melalui perbuatan-perbuatan yang kurang terpuji.

Kecemburuan adalah suatu perkara yang harus dibuang jauh-jauh dan dihindari selama-lamanya. Harus diingat oleh setiap orang tua, agar dapat memberikan pengarahan kepada anak-anaknya. Sifat kecemburuan harus diganti dengan cinta kasih, tolong menolong dan hormat menghormati antara sesama. Kalau dibiarkan, sifat cemburu akan mengantar se- orang anak kepada sifat dengki dan iri hati. Padahal dalam perjalanan sejarah kehidupan manusia, dengki merupakan penyakit yang sangat mengesalkan hati dan sulit diobati, sebagaimana disyairkan oleh Imam Ghazali :

Setiap kata ada jawabnya

Setiap gayung ada sambutnya

Setiap penyakit ada obatnya

Asal bukan “dengki” penyebabnya

Setiap orang tua pasti ingat dan mengetahui sejarah terjadinya pembunuhan yang pertama kali di kalangan ummat manusia. Yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa tragis itu adalah sifat cemburu dan dengki yakni sifat kecemburuan antara dua anak manusia yaitu Qabil dan Habil. Juga masih hangat dalam ingatan kita kisah Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya yang dikuasai nafsu angkara murka karena cemburu yang tega membuang Yusuf hidup-hidup ke dalam lubang sumur.

Masalah kecemburuan yang tertanam dalam jiwa anak merupakan pembuka tabir rahasia, bahwa ayah maupun ibunya sering membedakan kasih sayang antara satu anak dengan lainnya sehingga hubungan dalam keluarga kurang harmonis.

Sifat cemburu bisa pula timbul karena kehadiran seorang anggota keluarga baru. Misalnya dengan lahirnya seorang adik. Atau orang tua selalu berada dalam pangkuan saudara yang lain. Masalah-masalah seperti ini banyak melanda masyarakat di negeri kita. Sifat pilih kasih banyak melatarbelakangi kehidupan keluarga di tengah masyarakat kita. Lebih-lebih sifat memanjakan yang berprestasi dengan mengenyampingkan anak yang biasa-biasa saja dalam prestasi belajarnya.

Sifat pilih kasih merupakan pangkal dan sebab yang fundamental terjadinya kecemburuan dalam tubuh keluarga. Sesungguhnya seorang anak sangat membutuhkan perhatian orang tua, ia tidak ingin melihat orang tua terlalu sibuk mencari sesuatu, baik kedudukan maupun harta kekayaan. Ia tidak merasa cukup dengan dipenuhi kebutuhan lahiriyah saja. Belaian kasih dan pengertian dari orang tua yang diharapkan selalu, baik hal itu tercetus langsung lewat kata-kata maupun terendam dalam lubuk hati.

Dalam tubuh keluarga terjadi persaingan ketat antara anak satu dengan lainnya untuk meraih kasih sayang orang tua. Dalam segala ikhwal yang biasa dilakukan dalam tubuh keluarga akan selalu menimbulkan problem bagi mereka. Misalnya, apabila seorang anak laki-laki diberi kekuasaan memimpin, pasti timbullah kecemburuan dalam diri anak-anak yang lain. Anak yang lebih besar usianya akan merasa iri hati, karena merasa lebih banyak memiliki keistimewaan dan pengalaman. Merasa lebih luas cakrawala pandang dan pola pikirnya.

Anak yang lebih kecil merasa cemburu kepada yang lebih besar. Ia merasa lebih berhak mendapat perlindungan dan pemeliharaan orang tua dalam menghadapi problem pribadi. Anak perempuan cemburu terhadap anak laki- laki karena kebebasan yang diberikan orang tua. Ia merasa segala gerak langkah diawasi ketat oleh orang tua. Sebaliknya, anak laki-laki akan merasa cemburu terhadap anak perempuan karena kasih sayang dan perlindungan yang diberikan orang tua begitu tulus. Api kecemburuan akan berkobar manakala orang tua kurang bijaksana dalam menghadapi anak-anaknya, apalagi membuka peluang untuk memberikan kasih sayang secara berbeda antara anak satu dengan lainnya. Lebih-lebih dalam hal-hal yang prinsipil. Dan merupakan insting anak kecil merasa cemburu apabila menyaksikan orang tua lebih memperhatikan keluarga yang lebih besar. Demikian pula sebaliknya.

Apabila orang tua lebih memprioritaskan perhatian kepada anak yang lebih pandai atau kepada yang lebih cantik wajahnya, tentu kecemburuan akan menggelora dalam tubuh keluarga. Lebih-lebih lagi kalau orang tua tidak segan-segan memberikan hadiah, dengan tanpa memperhatikan anak yang lain. Yang paling fatal lagi bila orang tua memuji anak yang lebih pandai atau yang lebih cantik di depan anak-anak yang lain. Karena itu, kewajiban seorang ibu di tengah keluarga ialah menciptakan iklim persamaan hak antara anggota keluarga. Membagi kasih sayang dan perhatian dengan penuh kebijaksanaan.

Seorang ibu harus dapat menghindarkan diri dari sifat pilih kasih antara satu anak dengan yang lain. Antara saudara dengan saudara lain. Jangan sekali-kali memuji anggota keluarga dengan mendiskriditkan lainnya. Sifat pilih kasih merupakan penyebab terjadinya kejengkelan, kebencian dan iri hati. Orang tua yang sering memperlihatkan kasih sayang secara khusus terhadap seorang anak tanpa menyertakan yang lain, berarti ia telah menciptakan peluang keirian dalam tubuh keluarga, Akibatnya, timbullah saling tidak percaya. Hilang punah sendi kerukunan dan sifat hormat menghormati dalam tubuh keluarga.

Orang tua seharusnya menyadari, bahwa sifat cemburu apabila telah terlukis dan tertanam dalam jiwa anak ketika masih kecil akan melatarbelakangi kehidupannya pada masa yang akan datang. Sifat cemburu itu akan terbawa dalam mengarungi bahtera hidup dan kehidupan, sehingga sangat menghambat bagi usaha dan kesuksesan hidupnya. (Sumber: Hamid Abdul Khalik Hamid, Wahai Ibu Selamatkan Anakmu, Pustaka Mantiq)