Dalam menghadapi masalah Pancasila sebagai satu-satunya asas, Muhammadiyah telah melakukan berbagai usaha yang dapat dibagi dalam tiga tahap.
- Tahap Pertama
Sejak PP. Muhammadiyah mendapat informasi baik formal maupun informal, maka PP. Muhammadiyah telah mulai membahas masalah yang dikenal dengan nama “Asas Tunggal” tersebut. PP. Muhammadiyah juga mulai membicarakannya baik formal maupun informal, baik dengan Pemerintah maupun dengan Pimpinan MPR/DPR.
Setelah perkembangannya bertambah jelas, maka pada akhir bulan Mei 1983 dilangsungkan sidang Tanwir Muhammadiyah. Dalam sidang Tanwir tersebut, PP. Muhammadiyah menyampaikan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perkembangan “Asas Tunggal”. Ternyata masalah “Asas Tunggal” telah mendapat pembahasan yang mendalam dari peserta Tanwir. Sebagai kesimpulan sidang Tanwir adalah sebagai berikut:
- Muhammadiyah setuju memasukkan Pancasila dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah dengan tidak merubah asas Islam yang ada sekarang ini. Masalah tersebut adalah masalah nasional yang dihadapi oleh Pimpinan Pusat secara nasional. Oleh karena itu Pimpinan Wilayah,
- Pimpinan Daerah dan lain-lain tidak dibenarkan untuk mengeluarkan pendapat ataupun mengambil sikap mengenai “Asas Tunggal” tersebut.
- Pembahasannya akan dilakukan dalam Muktamar ke-41 yang akan datang.
Keputusan Sidang Tan wir tersebut telah menjadi pegangan yang kuat bagi PP. Muhammadiyah dalam melakukan berbagai usaha. Secara intensip PP. Muhammadiyah segera mengadakan pendekatan dengan pihak Pemerintah. Pada tanggal 31 Mei 1983 Saudara Lukman Harun bertemu dengan Menteri Agama RI Bapak H. Munawir Sjadzali, secara informal menyampaikan putusan Tanwir Muhammadiyah tersebut.
Selanjutnya pada tanggal 6 Juni 1983 delegasi PP. Muhammadiyah yang terdiri dari Dr. Kusnadi, S. Prodjokusumo, Ramli Thaha SH. dan Lukman Harun bertemu dengan Menteri Agama Bapak H. Munawir Sjadzali. Dalam pertemuan tersebut PP. Muhammadiyah menyampaikan pendapat dan saran-saran mengenai “Asas Tunggal Pancasila” sebagaimana yang digariskan oleh Sidang Tanwir.
Dalam hal ini PP. Muhammadiyah melakukan usaha dengan cepat karena mengejar penyusunan RUU yang sedang disiapkan oleh Pemerintah. PP. Muhammadiyah berusaha dengan sekuat tenaga supaya dalam RUU yang sedang disiapkan itu usul-usul Muhammadiyah dapat dicantumkan sehingga asas Islam yang menjadi asas Muhammadiyah dapat dipertahankan.
Oleh karena itulah pada tanggal 10 Juni 1983 PP. Muhammadiyah menemui Menteri Dalam Negeri Bapak Soepardjo Rustam untuk menyampaikan pendapat dan usul-usul Muhammadiyah mengenai “Asas Tunggal”.
Pada tanggal 29 Juni 1983 Sdr. Lukman Harun dan Drs. Fahmy Khatib menemui Menteri Muda Sekab Murdiono. Dari Menmud Murdiono kami mendapat keterangan bahwa Pemerintah sungguh-sungguh bermaksud melaksanakan asas Tunggal Pancasila bagi semua organisasi Kemasyarakatan. Karena RUU sedang disusun maka beliau menyarankan supaya PP. Muhammadiyah segera menemui Presiden.
Sementara itu timbul pertanyaan di kalangan PP. Muhammadiyah mengenai apakah Muhammadiyah Organisasi Kemasyarakatan atau Organisasi Keagamaan. Kalau Muhammadiyah dikatakan Organisasi Keagamaan saja dikhawatirkan akan mempersempit gerak dan langkah Muhammadiyah. Di kalangan PP. Muhammadiyah timbul pendapat bahwa Organisasi kemasyarakatan itu pada dasarnya dapat dibagi dua, yaitu Organisasi Kemasyarakatan yang bersifat umum dan Organisasi Kemasyarakatan yang bersifat khusus. Organisasi Kemasyarakatan yang bersifat umum anggotanya terdiri dari berbagai pemeluk agama, seperti FBSI, IDI, dan lain-lain. Ormas seperti itu tentu saja menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Sedangkan Organisasi Kemasyarakatan yang bersifat khusus seperti Muhammadiyah anggotanya hanya pemeluk agama Islam, dapat juga disebut Organisasi Kemasyarakatan yang bersifat atau berjiwa agama. Organisasi seperti ini hendaklah berasaskan agama masing-masing walaupun harus mencantumkan Pancasila dalam anggaran dasarnya.
Pada tanggal 20 Juli 1983 delegasi PP. Muhammadiyah yang terdiri dari: Dr. Kusnadi, S. Prodjokusumo, Gazali Syahlan, Fahmy Khatib, Ramli Thaha, Ismail Sunny, Lukman Harun, dan Sutrisno Muhdam menemui Menko Alamsyah mengenai masalah “Pancasila sebagai satu-satunya asas”. Pada tanggal 4 Agustus 1983 delegasi PP. Muhammadiyah menemui Menko Surono.
Dalam pertemuan-pertemuan PP. Muhammadyah dengan para menteri tersebut telah terjadi pertukaran pikiran yang bebas dan mendalam. Dalam tiap pertemuan dengan para menteri dan pihak-pihak lainnya PP. Muhammadiyah menyampaikan pendapat antara lain sebagai berikut:
- Muhammadiyah lahir karena Islam, tanpa asas Islam tentu tidak Muhammadiyah lagi.
- Pancasila tidak menjadi persoalan bagi Muhammadiyah karena tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti Ki Bagus Hadikusumo, Prof. Kahar Muzakkir dan Kasman Singodimejo ikut merumuskan dan menerima Pancasila tersebut pada tanggal 18 Agustus 1945.
- Oleh karena itu Muhammadiyah dapat memasukkan Pancasila dalam Anggaran Dasar dengan tidak merubah asas Islam yang menjadi asas Muhammadiyah selama ini.
Pada tanggal 6 Agustus 1983 Saudara Fahmy Khatib bersama-sama Pengurus ISEI bertemu dengan Presiden Soeharto. Dalam kesempatan itu Saudara Fahmy Khatib menyempatkan berbicara dengan Presiden antara lain mengatakan: “Saya dari Muhammadiyah juga Pak, dan mohon bantuan Bapak mengenai”Asas Tunggal”. Presiden menjawab: “Toh semuanya harus terima”. Fahmy mengatakan lagi: “Berat Pak untuk organisasi Islam”. Presiden menambahkan ”Kan mengenai Islam dapat ditempatkan di tujuan dan lain-lain”.
Pada tanggal 22 September 1983 Ketua PP. Muhammadiyah Bapak A.R. Fachruddin diterima oleh Presiden Soeharto. Dalam pertemuan dalam bahasa Jawa tersebut Pak A.R. Fachruddin menjelaskan panjang lebar pendirian Muhammadiyah dan usul-usul Muhammadiyah mengenai “Asas Tunggal Pancasila” yang intinya seperti tercantum di atas.
Presiden Soeharto dalam pertemuan dengan A.R. Fachruddin tersebut mengatakan antara lain:
- Pancasila yang dimaksudkan itu bukanlah Pancasila Honocoroko, melainkan Pancasila yang ada sekarang ini.
- Memang yang enak ya nunggu saja kalau sudah jadi UU-nya.
- Kalau sekarang sudah dapat mulai Muhammadiyah merencanakannya, segala identitas dan ciri-ciri Muhammadiyah itu ditegaskan dan dijelaskan seluas-luasnya; lalu pasal a gas adalah Pancasila, hal itu tentu lebih baik.
Mengenai undangan kepada Presiden untuk dapat hadir pada pembukaan Muktamar Muhammadiyah, Presiden Soeharto menjawab: “Yah, Insya Allah saya akan datang asal Muhammadiyah dapat menerima Pancasila”.
Pada tanggal 12 Oktober 1983 Lukman Harun bertemu dengan Menmud Murdiono guna menyampaikan pendapat Muhammadiyah serta minta informasi lebih lanjut mengenai “Pancasila sebagai satu-satunya asas” bagi Ormas. Pada waktu itu Menmud Murdiono antara lain mengatakan:
- Pak Harto sudah confirm betul supaya Ormas memakai Pancasila sebagai satu-satunya asas.
Dalam pembicaraan dan penyampaian usul-usul mengenai “Asas Tunggal Pancasila” PP. Muhammadiyah sangat sering sekali berhubungan dengan Menteri Menteri yang langsung menggarap RUU tersebut yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Muda Sekab Murdiono. Kalau kebetulan Menteri Agama ke Yogya atau ke Solo seringkali mengadakan pertemuan dengan PP. Muhammadiyah Yogyakarta.
- Muhammadiyah mendapat laporan dari berbagai Wilayah atau Daerah dari seluruh Indonesia, bahwa Pemerintah setempat mengadakan pertemuan dengan Pimpinan berbagai Organisasi termasuk Muhammadiyah dan minta pernyataan untuk setuju dan menerima “Asas Tunggal Pancasila”. Sehubungan dengan itu PP. Muhammadiyah sesuai dengan keputusan Sidang Tanwir mengirim surat tanggal 27 September 1983 kepada seluruh Wilayah Muhammadiyah yang isinya: “Pimpinan Muhammadiyah di semua tingkat tidak dibenarkan menanggapi atau menyatakan pendirian mengenai masalah Asas Tunggal Pancasila. Wewenang mengenai hal tersebut sepenuhnya berada pada PP. Muhammadiyah”.
Alhamdulillah putusan Tanwir dan surat edaran PP. Muhammadiyah tersebut sepenuhnya dipatuhi oleh Pimpinan Muhammadiyah seluruh Indonesia. Hanya ada satu pelanggaran yang dilakukan oleh seorang Ketua Muhammadiyah Sumatera Barat. Untuk menegakkan disiplin organisasi maka kepada yang bersangkutan PP. Muhammadiyah mempersilahkan meminta pengunduran diri dari Ketua Wilayah. Hal ini dilaksanakan oleh yang bersangkutan dan dia mengundurkan diri dari Pimpinan Muhammadiyah.
Pertemuan Dengan N.U.
Dalam usaha menegakkan Ukhuwah Islamiyah serta menyatukan pandangan antara sesama Organisasi Islam, maka pada tanggal 21 Oktober 1983 diadakan pertemuan antara PP. Muhammadiyah dengan PB. N.U. bertempat di rumah Lukman Harun. Pada tanggal 28 Oktober 1983 diadakan pula pertemuan segitiga antara MUI, PP. Muhammadiyah dan PB. NU. Pertemuan antara PP. Muhammadiyah dengan PB. N.U. hanya berlangsung satu kali, karena akhir Desember 1983 Munas N.U. di Situbondo telah menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas.
Lain-lain.
Selain usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah sendiri, maka anggota-anggota Muhammadiyah yang duduk di berbagai Organisasi telah berusaha pula supaya pendirian dan usul-usul Muhammadiyah mengenai “Organisasi Kemasyarakatan” dan ”Pancasila sebagai satu-satunya asas” telah disalurkan pula melalui:
a. M.U.I. dan Wadah Musyawarah Antar Umat Beragama.
Dalam M.U.I. duduk beberapa orang anggota PP. Muhammadiyah yaitu Sdr. S. Projokusumo, Lukman Harun, dan Fahmy Chatib. Pendirian Muhammadiyah mengenai “Asas Tunggal” dibawa pula ke M.U.I. Boleh dikatakan ada pula pendirian Muhammadiyah diterima oleh M.U.I. M.U.I. sendiri mengadakan pula usaha-usaha mengenai masalah “Asas Tunggal” dengan mengadakan pembicaraan-pembicaraan dengan beberapa orang Menteri antara lain Menteri Agama R.I. M.U.I. adalah anggota Wadah Musyawarah Antar Ummat Beragama. Dalam Wadah tersebut M.U.I. diwakili oleh S. Projokusumo dan Lukman Harun. Karena Wadah Musyawarah Antar Ummat Beragama juga membahas dan merumuskan pokok-pokok pikiran mengenai “Asas Tunggal maka s. Projokusumo dan Lukman Harun telah pula menyampaikan pokok-pokok pikiran sesuai dengan pendirian M.U.I. ke dalam wadah Musyawarah Antar Umat Beragama. Sehingga dalam Pokok-pokok Pikiran yang dikeluarkan oleh Wadah Musyawarah tanggal 19 Desember 1983 antara lain dikemukakan:
”Dengan demikian organisasi-organisasi keagamaan dan organisasi-organisasi kemasyarakatan yang berjiwa atau bersifat keagamaan tetap berdasarkan/berasaskan agama dan keyakinan masing-masing”. Pokok-pokok Pikiran Wadah tersebut telah pula disampaikan kepada Pemerintah melalui Menteri Agama R.I.
b. KAHMI JAYA
KAHM JAYA telah pula membahas masalah “Asas Tunggal” dan telah pula membentuk panitia guna membahas masalah tersebut. Sdr. Lukman Harun duduk dalam panitia tersebut. Dan bersama KAHMI JAYA Lukman Harun telah pula mengadakan pembicaraan mengenai ”Asas Tunggal Pancasila” dengan Bapak Waka Bakin Sunarso, Bapak Menteri Agama dan Bapak Menteri Dalam Negeri. Pada tanggal 22 Oktober 1983 PP. Muhammadiyah mengadakan pertemuan dengan Ketua-ketua Wilayah yang keputusannya adalah:
- Muktamar Muhammadiyah ke-41 yang sedianya akan diadakan di Solo bulan Februari 1984 ditunda sampai selesainya RUU tentang Organisasi Kemasyarakatan.
(Sumber: Lukman Harun, Muhammadiyah dan Asas Pancasila, Penerbit Pustaka Panjimas)