Bukti Kasih Sayang Allah Kepada Hambanya

SMA MUHAMMADIYAH PIYUNGAN

USAHA-USAHA MUHAMMADIYAH TAHAP KEDUA

Logo Muhammadiyah
sumber foto: www.jpnn.com

Setelah PP. Muhammadiyah mendapat lebih banyak informasi mengenai RUU Keormasan, maka pada tanggal 10 Desember 1983 PP. Muhammadiyah membuat sumbangan pikiran mengenai beberapa ketentuan mengenai RUU Keormasan yang isinya antara lain sebagai berikut:

1. Definisi

Muhammadiyah menyarankan supaya dalam definisi dimasukkan pula persamaan agama dalam membentuk suatu organisasi kemasyarakatan di samping persamaan kehendak, profesi, fungsi dan lain sebagainya.

2. Dalam masalah asas PP. Muhammadiyah mengu-sulkan adanya kata-kata sebagai berikut:

“Asas Organisasi Kemasyarakatan adalah Pancasila dan UUD 1945, sedangkan bagi Organisasi Kemasyarakatan yang bersifat keagamaan dapat mencantumkan agama sebagai asasnya’

PP. Muhammadiyah mengharapkan supaya organisasi keagamaan dapat terus mencantumkan asas yaitu agama masing-masing. Khusus mengenai Muhammadiyah disampaikan bahwa: ”Muhammadiyah menerima masuknya Pancasila dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah dengan tidak menghilangkan asas Islam”

Begitu pula Muhammadiyah mengharapkan  supaya diberi penjelasan yang sebaik-baiknya mengenai Pancasila sehingga tidak bertentangan dengan agama serta tidak menyalahi aqidah Islam.

3. Tujuan

Mengenai tujuan PP. Muhammadiyah menyarankan agar terdapat kata-kata sebagai berikut: “Di samping tujuan umum, organisasi kemasyarakatan dapat pula mencantumkan tujuan khususnya dalam Anggaran Dasarnya”.

4. Usaha

Dalam usaha PP. Muhammadiyah mengharapkan supaya dapat dicantumkan: “Untuk mencapai tujuan, organisasi kemasyarakatan melakukan kegiatan melalui usaha sesuai dengan kehendak, agama, kegiatan, profesi dan fungsinya masing-masing”.

5. Begitu pula dikemukakan saran-saran mengenai hak, kewajiban, keanggotaan, pembekuan dan lain-lain.

Dengan surat ketetapan atau surat tugas tanggal 12 Desember 1983 PP. Muhammadiyah menetapkan Tim RUU tentang Organisasi Kemasyarakatan yaitu:

  1. Dr. Kusnadi
  2. H. Djarnawi Hadikusumo
  3. S. Projokusumo
  4. Lukman Harun

Yang kemudian ditambah dengan Prof. Ismail Sunny, SH. Walaupun telah ada Tim, tetapi semua anggota PP. Muhammadiyah terutama yang di Jakarta aktif dalam masalah RUU tersebut.

Pada tanggal 21 Desember 1984 sumbangan pikiran tersebut diserahkan kepada Menteri Agama R.I. Bapak H. Munawir Sjadzali, dan pada tanggal 3 Januari 1984 disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, Bapak Soepardjo Rustam. Kemudian PP. Muhammadiyah mengadakan lagi berbagai pertemuan baik formal maupun informal dengan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.

5. RUU disampaikan kepada DPR.

Pada tanggal 23 Juni 1984 Pemerintah menyampaikan 5 RUU ke DPR yaitu:

  1. RUU tentang Pemilihan Umum
  2. RUU tentang Susunan MPR, DPR, DPRD.
  3. RUU tentang Partai Politik dan Golongan Karya
  4. RUU tentang Referendum.
  5. RUU tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Sesuai dengan perkembangan penyusunan RUU tentang Organisasi Kemasyarakatan yang telah disampaikan ke DPR, maka pada tanggal 2 September 1984 PP. Muhammadiyah menyusun lagi “Sumbangan pikiran PP. Muhammadiyah mengenai beberapa ketentuan pokok dalam penyusunan RUU tentang Organisasi Kemasyarakatan”.

Sumbangan pikiran itu berisi antara lain:

1. Mengenai Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara,      Muhammadiyah telah sejak semula menerima dan melaksanakannya. Selanjutnya Muhammadiyah berpendapat bahwa setiap organisasi kemasyarakatan bersifat keagamaan tentu bermaksud melaksanakan ajaran agamanya dalam membina masyarakat yang tidak mungkin berhasil tanpa berdasarkan agamanya itu.

2. Organisasi kemasyarakatan yang bersifat ke-Agamaan berhak membina kegiatan-kegiatan dalam bidang kewanitaan, pemuda, mahasiswa dan pelajarnya sendiri untuk kaderisasi serta membina kegiatan dalam bidang dakwah, pendidikan, sosial, kesehatan, ekonomi, masjid dan lain-lain.

3. Mengenai keanggotaan dan kepengurusan hendaknya terdapat kata-kata sebagai berikut: “Organisasi kemasyarakatan yang bersifat ke-Agamaan dapat mengatur keanggotaannya secara khusus dengan mengingat sifat-sifat khusus dari organisasi kemasyarakatan yang bersifat ke-Agamaan itu”.

4. Mengenai pembinaan hendaknya kata pembina diganti dengan pengembangan dan hendaknya terdapat kata-kata sebagai berikut: “Pemerintah melakukan pengembangan terhadap organisasi kemasyarakatan sesuai dengan perwujudan kemerdekaan berserikat atau berorganisasi”.

5. Mengenai pembekuan dan pelarangan hendaknya terdapat kata-kata sebagai berikut: “Pembekuan dan Pelarangan Organisasi Kemasyarakatan dilakukan setelah mendengar keputusan Mahkamah Agung”.

Pada tanggal 10 September 1984 Fraksi PPP mengundang PP. Muhammadiyah untuk dengar pendapat mengenai 5 RUU khususnya mengenai RUU Organi sasi Kemasyarakatan. Dalam dengar pendapat tersebut, delegasi PP. Muhammadiyah telah menyampai kan pokok-pokok pikiran Muhammadiyah, disertai penjelasan yang panjang lebar.

Pada tanggal 18 Oktober 1984 dalam resepsi me nyambut Ketua Parlemen Pakistan di Kedutaan Besar Pakistan di Jakarta, Lukman Harun bertemu dengan Ketua DPR/MPR Amirmachmud, Wakil Ketua DPR/ MPR Kharis Suhud dan Wakil Ketua DPR/MPR H. Nuddin Lubis. Pada kesempatan itu Sdr. Lukman Harun membicarakan mengenai RUU Organisasi Kemasyarakatan yang telah disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR. Di samping membicarakan masalah asas, maka Lukman Harun meminta jaminan bagi Organisasi Kemasyarakatan yang bersifat keagamaan. Jangan hendaknya RUU itu menghilangkan gairah untuk berorganisasi dan beramal, karena hal ini akan merugikan semua pihak. Di samping itu Lukman Harun mengharapkan supaya: “Dalam Undang-undang itu ada pasal yang menjamin ormas keagamaan dalam melaksanakan amal usahanya sesuai dengan ajaran agama masing-masing”. Kalau amal usaha itu dilakukan menurut ajaran agama masing-masing tentu tetap akan ada pahala sehingga gairah untuk beramal tidak berkurang. Tetapi kalau amal usaha itu dilakukan tidak menurut ajaran agama masing-masing tentu tidak ada pahalanya dan hal ini akan mengurangi gairah orang untuk membangun.

Sebagai kelanjutan pertemuan informal tersebut, pada tanggal 25 Desember 1984 PP. Muhammadiyah yang terdiri dari Dr. Kusnadi, S. Projokusumo, Ismail Sunny, Lukman Harun dan Ramli Thaha menemui Wakil Ketua DPR/MPR Kharis Suhud. Dalam pertemuan itu dibicarakan secara panjang lebar mengenai usul-usul Muhammadiyah mengenai RUU Organisasi Kemasyarakatan. Pembicaraan dilakukan secara terbuka dan terus terang. Dalam kesempatan itu Pak Kharis Suhud menyarankan supaya PP. Muhammadiyah menemui semua Fraksi yang ada di DPR termasuk Fraksi FKP.

Pada tanggal 14 Maret 1985 PP. Muhammadiyah mengundang beberapa orang Fraksi PPP yang datang secara pribadi, yaitu Drs. Yusuf Syakir, Hartono Mardjono SH, dan Nurhasan Ibnu Hajar. Pertemuan itu diadakan di Menteng Raya 62, Jakarta. Dalam kesempatan itu PP. Muhammadiyah ingin mengetahui perkembangan pembicaraan RUU Organisasi Kemasyarakatan di DPR.

Pada tanggal 27 Maret 1985 PP. Muhammadiyah yang terdiri dari Dr. Kusnadi, S. Projokusumo, Ramli Thaha, Lukman Harun dan Prof. Ismail Sunny bertemu dengan Ketua DPR Amirmachmud. PP. Muhammadiyah menjelaskan usul-usul Muhammadiyah mengenai RUU Organisasi Kemasyarakatan. Bapak Amirmachmud dapat memahami beberapa usul Muhammadiyah tersebut.

Bapak Amirmachmud menyarankan supaya PP. Muhammadiyah bertemu lagi dengan Presiden Soeharto. Bapak Amirmachmud juga menjanjikan untuk menyampaikan usul Muhammadiyah tersebut kepada Presiden.

Atas usaha Dr. Dalmi Iskandar, Rektor UMSU Medan saya bertemu dengan Dr. Suhardiman SE, dari Golkar/Ketua Pansus 5 RUU pada tanggal 28 Maret 1985. Dalam pertemuan tersebut saya menyampaikan saran-saran PP. Muhammadiyah guna penyusunan RUU Organisasi Kemasyarakatan. Dalam kesempatan  itu Dr. Suhardiman mengatakan bahwa dia juga dari HIK Muhammadiyah Solo. Saya juga mengemukakan perlunya nilai pahala karena hal ini sangat penting artinya dalam membuat sesuatu amal usaha dan hal ini hendaknya terjamin dalam UU. Dan karena Dr Suhardiman mengaku juga dari HIK Muhammadiyah, maka saya sungguh-sungguh mengharapkan bantuan beliau guna suksesnya usul-usul Muhammadiyah dalam penyusunan UU Organisasi Kemasyarakatan. ( Sumber: Lukman Hairun, Muhammadiyah dan Pancasila, Penerbit Pustaka Panjimas)